Ikuti Kami di Google News

MALANG NEWS – Bagi sebagian orang, memiliki hewan peliharaan merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Pasalnya, hewan memang bisa menjadi sangat menggemaskan dan terlihat lucu serta bisa juga dijadikan ‘teman’ di rumah, di kala senggang sembari melepas penat setelah seharian bekerja.

Maka dari itu banyak orang yang memutuskan untuk memelihara hewan di rumahnya, seperti kucing, anjing, burung, ikan, serta kelinci.

Khusus kelinci, hewan ini memiliki berbagai bentuk, ukuran, warna, dan kepribadian yang unik sehingga mendatangkan warna tersendiri di antara hewan peliharaan lainnya.

Bahkan, American Rabbit Breeders Association (ARBA) secara resmi juga telah mengakui setidaknya ada 50 jenis kelinci yang lucu dan unik dan pastinya cocok untuk dipelihara, baik sekedar untuk peliharaan maupun kontes.

Seperti yang di lakoni Eko Sabdianyo (40) seorang breeder atau peternak kelinci yang berlokasi di Jalan Kelud, Gang Punden, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu.

Founder KWB Rabbitry Indonesia ini mengakui, jika dirinya sedari kecil memiliki hobi atau ketertarikan memelihara kelinci telah sejak lama.

Menurutnya, beternak kelinci tidak bisa dianggap remeh atau dipandang sebelah mata, asalkan peternak tahu bagaimana cara memasarkannya seperti melalui media sosial, Facebook maupun Instagram.

“Alhamdulilah, setelah kirim ke beberapa kota, provinsi dan pulau di Indonesia kini saya di percaya breeder luar negeri untuk kirim ke Singapura, Thailand dan Malaysia,” ungkapnya kepada awak media, pada Kamis (18/11/2021) malam.

Dian sapaan akrabnya yang juga seorang jurnalis di Kota Batu ini menguraikan, jika merawat kelinci tidaklah sulit dan ribet.

“Saya fokus pada satu jenis saja, yakni Holland Lop, mulainya sejak 2014 hingga sekarang. Kalau dulu hanya kelinci lokal saja. Perwatannya pun juga cukup mudah, setiap hari hanya perlu memberi makan, minum dan membersihkan kandang,” tukas dia.

Meski pandemi berpengaruh terhadap penjualan kelincinya, ia tetap membudidaya dan melakoninya karena alasan hobi dengan kelinci bertelinga turun ini.

Sejak 2016, ia memang sudah melayani pemesanan hampir ke seluruh Indonesia, bahkan kini ekspor ke luar negeri namun dalam skala kecil. Adapun jenis spesies kelinci yang dikembangkan berasal dari bibit yang diimpor langsung dari sejumlah negara, seperti Eropa dan Amerika Serikat.

“Ya, jadi memang awalnya tertarik dengan jenis Holland Lop waktu liputan kontes kelinci. Akhirnya kenal dengan salah seorang juri dan breder-breeder senior, yang kemudian saya putuskan untuk membeli sepasang Rp 10 juta kualitas show berpedigree, lalu kemudian mengembangbiakan hingga saat ini,” katanya.

Saat di singgung berapa harga kisaran untuk anakan kelinci yang siap jual, dirinya memaparkan jika per ekor kelinci Holland Lop kualitas show di hargai Rp 2,5 juta.

“Jadi, kategori kualitas kelinci di bagi tiga, pertama kualitas pet, kedua kualitas brood dan ketiga kualitas show atau kualitas terbaik yang diperuntukkan untuk kontes di seluruh Indonesia dan di luar negeri,” beber dia.

Meski begitu, pria jebolan diploma tiga pariwisata ini enggan menyebutkan berapa pendapatan tiap bulan jika ada kelincinya yang laku terjual.

“Kalau itu tidak etis jika disebutkan. Sebab, tergantung juga dengan breedernya. Karena memang banyak ya oknum breeder di Kota Batu yang mengawin silangkan kelincinya. Contohnya saja jenis Holland Lop dikawinkan dengan jenis Fuzzy Lop, dengan harapan anakannya keluar varian jenis Holland Lop agar dapat menjualnya dengan harga tinggi. Dan itu tidak boleh, karena menipu pembeli terutama orang awam yang tidak paham dengan jenis kelinci,” tegasnya.

Saat ini, lanjut Dian, Malaysia merupakan pemesan utama dengan jumlah paling besar. Menurutnya, segmentasi pasar ke negara tersebut berawal dari upaya pemasaran sejumlah peternak melalui media sosial Facebook dan Instagram.

Dian cukup bertahan dan dipercaya ekspor ke negara itu, lantaran menjamin kualitas dan kesehatan kelincinya. selain itu, dirinya juga punya modal berbahasa Inggris.

“Ya, secara dulu kuliahnya kan di pariwisata, jadi kita waktu itu zaman masih kuliah memang dituntut untuk menguasai beberapa bahasa asing, salah satunya bahasa Inggris. Dan kebetulan, juga ada calon pembeli dari Amerika yang sementara tinggal di Bali, jadi sempat tanya-tanya harga dan kualitasnya apa,” tutur dia.

Dian juga mengakui, jika dirinya termasuk breeder yang paling belakang main ekspor ke luar negeri. Itu pun tidak melalui Facebook tapi lewat Instagram.

“Alhamdulillah, karena hasil breedingan saya dipercaya tidak ada komplain, saya juga dikenal breeder lama lewat Instagram dan Facebook. Jadi sampai sekarang masih tetap jalan terus, sambil membagi waktu karena di lain sisi saya juga wartawan yang setiap harinya liputan,” pungkasnya. (Mad)

Share: