Ikuti Kami di Google News

Aplikasi pinjaman online atau fintech lending. (Foto by: Google)

MALANG NEWS – Kehadiran Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI), memunculkan persoalan baru, yakni resiko over-indebtedness.

Risiko over-indebtedness, atau hutang berlebihan, dirasakan seorang warga Jalan Raya Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu yang terlilit hutang sampai di 50 aplikasi pinjaman online.

Berikut ini, curahan hati korban aplikasi pinjol, yang akhirnya terlilit hutang, dari awalnya memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berawal dari pinjaman untuk kebutuhan sehari-hari, Tatok (45) (bukan nama sebenarnya), pria yang berprofesi sebagai wiraswasta, terjerumus dalam lingkaran hutang dari 50 aplikasi pinjaman online.

Tak tanggung-tanggung, nilai hutang yang harus ia bayar sampai mencapai puluhan juta rupiah. Padahal, awal utangnya hanya sekitar Rp 1 juta.

Membengkaknya hutangnya tersebut selain karena bunga dan denda, juga dikarenakan nilai pencairan yang jauh lebih sedikit dari pengajuan awal.

“Misalnya, untuk pinjaman Rp 1 juta maka dana yang dicairkan hanya Rp 600.000, sedangkan nilai yang harus dikembalikan bisa mencapai Rp 1 juta dalam kurun waktu 7 hari,” ungkap dia, kepada awak media, pada Selasa (18/5/2021) malam.

Karena saat jatuh tempo, ia belum memiliki uang, Tatok pun terpaksa meminjam lagi dari aplikasi pinjaman online lainnya untuk menutupi hutang yang ia pinjam sebelumnya.

“Tempo hari saya sempat sampai puluhan juta. Saya kapok, kalau tidak ada uang untuk membayar mending jangan meminjam,” tuturnya dalam nada penuh penyesalan.

Tatok mengaku, hingga saat ini masih mempunyai hutang di perusahan penyedia pinjaman online yang harus ia selesaikan tanggungannya. 

Kala itu, dirinya mengajukan hutang kepada perusahaan pemberi pinjaman online untuk kebutuhan sehari-hari.

Sayangnya, hal itu membuatnya harus gali lubang tutup lubang demi untuk membayar hutang yang ada. Hingga pada akhirnya, hutangnya tersebut menjadi macet karena tidak lagi memiliki dana untuk membayar.

Tatok pun mencoba meminjam uang ke salah seorang saudaranya. Namun, kondisi perekonomian yang setali tiga uang, terlebih masa pandemi, hasil pinjaman yang diperolehnya tak seberapa, bahkan terbilang tak cukup.

“Ya, pada akhirnya saya memutuskan meminjam ke 30-50 perusahaan penyedia pinjaman online baik yang legal maupun ilegal,” ungkap dia.

Untuk saat itu, kebutuhan biaya sehari-hari memang terpenuhi. Beruntung akhirnya, ia mendapatkan pinjaman sekitar Rp 1 juta.

Namun apa hendak dikata, hutang pinjaman online itu nyatanya terus membengkak hingga kini. Tatok pun kelimpungan untuk membayar semua hutang beserta bunganya tersebut.

“Akhirnya tagihan membengkak, beberapa barang habis terjual untuk membayar, tapi tak kunjung lunas,” keluhnya.

Kini, dirinya hanya bisa pasrah pada nasib. Tak ingin hal serupa menimpa orang lain, ia pun mewanti-wanti kejadian yang dia alami kepada masyarakat Kota Batu lainnya, agar tak terjebak pada pinjol.

“Saya berpesan, kalau bisa jangan sampai kita berhutang kepada pinjol. Karena, data diri beserta kontak nomor di handphone kita disebarkan, dan itu membuat malu. Sebab, pengertian orang berhutang itu adalah aib. Jadi, orang berhutang itu jangan dicaci dan dikucilkan, tetapi lebih disupport karena dia butuh teman untuk curhat,” pesan dia.

Karena banyak kejadian yang sering terjadi, masih kata Tatok, ketika kasus tersebut muncul semua bakal menyerang, menyalahkan, bahkan ada yang sampai di pecat dari pekerjannya.

“Akan lebih baik, kepada teman-teman korban pinjol lebih terbuka di awal, terutama di pihak keluarga, dan lingkungan kerja,” pungkasnya. (Dian)

Share: