Ikuti Kami di Google News

ASIDEWI melakukan roadshow keliling Indonesia mengusung misi ASIDEWI Celebrating Anniversarry 10 th Desa Wisata Bangkit
ASIDEWI, saat roadshow keliling Indonesia mengusung misi ASIDEWI Celebrating Anniversarry 10 th Desa Wisata Bangkit. (Had)
MALANG NEWS – Selama 10 tahun (1 dasarwarsa) Asosiasi Desa Wisata Indonesia (ASIDEWI) sukses menginisiasi desa wisata di seluruh tanah air. ASIDEWI melakukan roadshow keliling Indonesia mengusung misi ASIDEWI Celebrating Anniversarry 10 th Desa Wisata Bangkit, yang dilakukan selama tahun 2021 sebagai perayaan 1 dasawarsa ASIDEWI berhasil menginisiasi desa wisata di Indonesia.


Kali ini ASIDEWI menyinggahi Desa Lebong Tandai merupakan desa terpencil yang terletak di Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Desa Lebong Tandai memiliki julukan “Batavia Kecil” Bengkulu Utara, dimana nama ini merupakan kawasan semasa Belanda menjarah lokasi tambang di desa ini.

Jelajahi Desa Lebong Tandai Provinsi Bengkulu, mengendarai MOLEK (Motor Lori Ekspres), menggunakan rel bekas pertambangan Belanda, Ketua Asosiasi Desa Wisata Indonesia (ASIDEWI) mengaku terkesan dan merasakan sensasi yang luar biasa.

“Perjalanan mengendarai MOLEK di Lebong Tandai, terasa mengesankan dan Kami merasakan sensasi yang luar biasa dan memacu adrenalin,” kata Ketua Umum ASIDEWI, Andi Yuwono, S.Sos., M.Si, Selasa (30/3/2021).

Saat menjelajahi Lebong Tandai, rombongan ASIDEWI sempat tertahan karena adanya pohon besar yang tumbang menghalangi jalan.

“Perjalanan dengan menggunakan Molek off road, memakan waktu 6 jam dengan jarak puluhan km. Namun kalau memakai mobil 4×4 dengan DOUBLE gardan bisa ditempuh selama 2 jam. Namun kurang 1 jam perjalanan kami terhenti karena adanya pohon besar.

Ia mengatakan, pihaknya juga melakukan kerjasama dengan pemerintah desa setempat. “Kami juga melakukan kerja sama atau sinergi dengan Pemdes Lebong Tandai, yaitu pendampingan program dan pembuatan master plan desa,” urai Andi.

Sebagai daerah tambang, Lebong Tandai menjadi incaran banyak negara semasa itu, diantaranya Portugis, Inggris, Belanda, Cina, dan Jepang.

Desa Lebong Tandai merupakan desa yang sangat terang layaknya ibukota Jakarta, dimana pada setiap rumah di Lebong Tandai memiliki TV, radio, dan sejenisnya, yang menjadi salah satu hiburan bagi warga, yang hidup di daerah terpencil ini.

Ketersediaan hiburan bukan hal baru bagi warga Lebong Tandai, tradisi itu sudah cukup lama di masyarakat. Pantas saja, Desa Lebong Tandai semasa itu disebut dengan “Batavia Kecil”.

Dengan posisi terpencil dan jauh dari dunia luar, semua fasilitas di dalam desa tersebut sudah ada sejak dulunya. Hal ini ditandai dengan adanya bekas Perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau, milik kolonial yang masuk pada tahun 1890 ke Lebong Tandai untuk menguasai tambang emas di desa ini.

Di Lebong Tandai, warga memanfaatkan aliran Sungai Lusang untuk menggerakkan puluhan dinamo mikro hidro berkapasitas 5.000 watt, yang menyala selama 24 jam/hari, dan ini merupakan mata pencaharian utama bagi warga Desa Lebong Tandai, yaitu penambang emas tradisional.

Dengan kapasitas 5.000 watt listrik di Desa Lebong Tandai selalu terang benderang, yang memancar dari setiap rumah dan sudut desa. Konon, emas dari desa terpencil inilah yang menjadi penyumbang emas terbesar untuk Tugu Monas di Jakarta.

Di Desa Lebong Tandai, dapat dijumpai bangunan “kamar bola” atau tempat bermain billyard, lapangan basket, lapangan tenis, rumah kuning alias tempat lokalisasi, rumah sakit, landasan helikopter, minimarket, dan bioskop, semasa itu.

Namun, hanya bangunan bioskop dan rumah kuning yang sudah tidak ada lagi di desa ini. Kini, bangunan tersebut saat ini dimanfaatkan sebagai hunian warga dengan jumlah kurang lebih 230 Kepala Keluarga (KK), yang kini menjadi inventaris desa.

Medan ekstrim, pemandangan eksotis

Berada di wilayah terpencil, jalur menuju desa ini cukup membutuhkan keberanian yang ekstra, karena melalui medan yang ekstrim, terjal, dan waktu yang cukup panjang. Untuk sampai ke Desa Lebong Tandai, dapat ditempuh dengan transportasi unik yang bernama Lori, atau lebih dikenal dengan MOLEK (Motor Lori Ekspres), dengan menggunakan rel bekas pertambangan Belanda.

Untuk menuju Desa Lebong Tandai dengan MOLEK, ditempuh selama kurang lebih 4 jam perjalanan dari Air Tenang, dengan kecepatan 10-15 kilometer per jam. Namun, jika terdapat hambatan, waktu tempuh menyesuaikan kondisi rel kereta yang mulai menghilang.

Alat transportasi MOLEK ini didesign layaknya kereta api mini berbahan kayu, dengan mesin penggerak menggunakan diesel. Selain itu, yang paling unik dari alat transportasi ini adalah dengan peralatan seadanya, MOLEK dapat diangkat dengan tenaga manusia jika terdapat MOLEK lain yang melintas berbarengan.

Perjalanan menuju Desa Lebong Tandai dengan menggunakan MOLEK, biasanya dilakukan pada pagi hari, dimana waktu ini dipilih untuk mempermudah perjalanan, dan memberikan kesan tersendiri bagi penumpang MOLEK untuk menikmati perjalanan. Selama perjalanan, penumpang disuguhkan berbagai nuansa alam, seperti hutan yang masih asri di kanan dan kiri kereta, aliran sungai, jembatan, terowongan, bahkan air terjun.

Dengan menggunakan transportasi MOLEK, penumpang disarankan untuk membawa bekal makanan sendiri, karena perjalanan ini cukup memakan waktu yang panjang, dengan menempuh rel sepanjang 35 km.

Jalur untuk menuju Desa Lebong Tandai melewati beberapa tempat diantaranya area yang dinamakan Ronggeng – Sumpit – Lobang Batu – Muaro Lusang – Gunung Tinggi – Kuburan Cina – Sungai Landai – Lobang Panjang – Lobang Tengah – LobangPendek – Lebong Tandai. Ketika sampai di Lebong Tandai, penumpang akan dibuat takjub dengan desa terpencil yang penuh dengan nuansa modern bekas pertambangan emas Belanda.

Tak hanya itu, Lebong Tandai juga menyuguhkan keindahan alam berupa air terjun DAM Belanda setinggi 25 meter. Di air terjun ini dilengkapi dengan ikan endemik Suku Pekal yaitu ikan Kelari, dengan dialiri air panas beserta Napal Petak (Napal Keramik).

“Tak hanya itu, di Lebong Tandai juga terdapat Gudang Ampas Emas peninggalan Belanda, yang sampai saat ini masih berdiri kokoh, letaknya berada di tengah-tengah perkampungan. Selain itu, ada juga Napal Basurat (dinding sungai bertulis Arab), situs peninggalan Hindu abad ke-16 Masehi, makam keluarga Chow Yung dan makam pahlawan, serta Goa Walet peninggalan Belanda yang masih terdapat di Desa Lebong Tandai,” pungkas Andi Yuwono. (Had)

Share: