Ikuti Kami di Google News

Petani Pisang Mas di Desa Sukodono, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, tetap bertahan, meski harga terjun bebas saat pandemi
Petani Pisang Mas di Desa Sukodono, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, tetap bertahan, meski harga terjun bebas saat pandemi. (Had).
MALANG NEWS – Petani Pisang Mas di Desa Sukodono, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, tetap bertahan, meski harga terjun bebas saat pandemi seperti sekarang ini.


“Alhamdulilah kami tetap optimis bisa eksis meski haga jeblok. Yang biasanya Rp 5.000 s/d Rp 7.500 menjadi Rp 2.000 per kilogram,” kata Pendiri Asosiasi Pisang Mas Sridonoretno, Tamin, pada Selasa (15/12/2020).

Tamin menjelaskan, adanya fenomena ini, petani Pisang sempat merasakan kebingungan karena belum menemukan solusi.

Over Produksi

Tamin mengungkapkan sekarang yang terjadi adalah overload produk dengan harga Rp 2000 /kg di tingkat petani, padahal normalnya Rp 5000-Rp 7500/kg.

Tamin mempunyai unit pengelola hasil (UPH) sebanyak 21 titik yang tersebar di tiga desa.

Dengan lokasi sebanyak itu, mampu berproduksi sebanyak 300 – 500 boks per Minggu dengan kemampuan satu Minggu 2 kali kirim.

Hasil netto adalah 11 kg per boks. Dengan satuan ukuran setara dengan 800 hingga 1.000 tandan pisang. “Jumlah produksi ini bisa lebih karena rata-rata satu tandan bisa 7 kilogram,” urai Tamin.

Jenis pisang yang dihasilkan adalah Pisang Mas (dijual dalam bentuk Boks untuk swalayan dan grosir buah). Ada pula jenis pisang lokal yang dijual pengecer buah pisang di pasar pisang.

Jumlah petani pisang cukup banyak, karena hampir seluruh petani perkebunan mereka bercocok tanam pisang.

Dampak keadaan ini adalah petani merugi karena, pisang sebagai pemasukan Mingguan, sedangkan kopi pemasukan tahunan.

Pemicu harga turun adalah adanya over produksi. Karena di bulan-bulan musim penghujan, produksi pisang sangat luar biasa dan ironisnya serapan pasar kurang.

Sementara kompetitor buah yang lain, produksinya juga besar. Apalagi di masa Covid-19 daya beli warga turun drastis.

Tamin mengatakan, dalam sejarah, kondisi saat ini dirasakan yang paling parah.

“Kami pernah mengalami harga turun, namun tidak separah ini. Pisang memang di bulan musim penghujan mengalami overload produk. Sementara daya beli di pasar berkurang secara otomatis harga rendah. Kami terpukul karena di masa tahun ajaran baru harga pisang sering anjlok,” tukas Tamin.

Tamin mengungkapkan, sebagai solusi alternatif adalah peningkatan UMKM. Yakni mengintensifkan produk turunan pisang dioptimalkan.

“Kita bisa memaksimalkan produk seperti keripik pisang, sale pisang, ataupun dijadikan tepung pisang. Sehingga produksi tinggi serapan pasar juga tinggi,” papar Tamin.

Pelatihan Petani Pisang

Kelompok tani sebagian sudah mendapatkan pelatihan pemanfaatan teknologi pemanfaatan pisang sebagai produk olahan, yang difasilitasi oleh fakultas pertanian UB.

“Tetapi saya rasa kurang efektif. Karena mereka kurang fokus dalam menjaga bisnisnya karena mereka masih buta pasar,” terang pria yang juga Direktur CV Sukadana (pemasar Pisang Mas Sridonoretno Kabupaten Malang).

Ia menuturkan, di tahun 2012 pihaknya mendapatkan pendampingan dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Malang melalui program FEATI (Program dari Bank Dunia) dan berhasil menciptakan produk Pisang Mas Malang yang dijual antar provinsi mulai (2012 – 2017).

Tamin berharap pemerintah daerah turun tangan melalui Dinas terkait, untuk mengawal pemasaran produk pisang yang besar sehingga petani tidak merugi.

“Alhamdulillah. Petani tetap semangat budidaya pisang walaupun harga rendah karena tidak ada alternatif lain. Kami berharap, Pemkab Malang melalui OPD terkait memperbanyak pelatihan olahan pisang sebagai produk turunan, sehingga produksi tinggi serapan produk pun optimal,” pungkas Tamin. (Had).

Share: