Hal ini berakibat pada petani rakyat tersebut tidak bisa mendapatkan KUR dari bank, karena dinilai tidak menunjukkan kinerja mumpuni.
“Umumnya warga dengan kegiatan usaha kecil di desa tidak memiliki catatan yang cukup rapi, untuk dipakai sebagai dasar bukti penerimaan dan pengeluaran yang cukup jelas. Sehingga, perbankan menilai kinerja sebagai usaha petani Kopi tidak mumpuni dan mengakibatkan gagal mendapatkan KUR,” kata Founder Dial Foundation Pietra Widiadi, pada Senin (19/10/2020).
Sekilas informasi, baru-baru ini, digelar kegiatan Ngobrol Bareng di Pendopo Kembang Kopi, mengetengahkan konsultasi untuk menyusun rencana usaha sebagai dasar, untuk mengajukan pinjaman dari lembaga keuangan bank dan non-bank.
Pada kesempatan ini, Dial Foundation melakukan sinergi bersama dengan LPPM Universitas Hasyim Asyari (Umaha) Sepanjang, Sidoarjo.
Lemah Administrasi
Pria yang juga Policy dan Governance Leader di WWF Indonesia ini menjelaskan, umumnya warga dengan kegiatan usaha kecil di desa tidak memiliki catatan yang cukup rapi untuk dipakai sebagai dasar bukti penerimaan dan pengeluaran yang cukup jelas.
“Misalnya, Pak Suprat, salah satu petani kopi memiliki lahan seluas 0.5 hektar dan melakukan pembelian Kopi pada petani lain, serta kegiatan usaha lain yang dilakukan dengan luasan lahan 0.5 hektar tersebut, menghasilkan pendapatan yang cukup untuk upaya peminjaman dana dari KUR,” ungkapnya.
Ternyata 0.5 hektar lahan yang dikelola menghasilkan 2.5 ton kopi basah dan mendapatkan kopi kering sebesar 1.5 ton dengan harga Rp 21.000/kilogram.
“Dari lahan tersebut, Pak Suprat ternyata mendapatkan tambahan pendapatan dari 10 tanaman Cengkeh usia 15 tahun, dan Singkong yang ditanam di sela-sela Kopi dan Cengkeh,” papar dia.
Penghitungan semacam itu, tidak pernah dilakukan sehingga saat ditanya petugas bank atau kredit yang melakukan penilaian usaha.
“Pak Suprat ini menyebutkan, bahwa pendapatannya hanya Rp 10.000.000 per tahun. Tentu petugas bank akan mengatakan, bahwa Pak Suprat tidak layak untuk mendapatkan KUR sebesar kurang dari Rp 50 juta. Jadi, selesai sudah upaya untuk mengajukan KUR karena dalam penilaian Pak Suprat tidak menunjukkan kinerja sebagai usaha petani Kopi yang mumpuni,” terang Pietra yang juga Alumnus Universitas Airlangga ini.
Pentingnya Pendampingan
Dari pertemuan ini, dengan beberapa kasus yang sama dalam melakukan konsultasi itu mereka, usaha kecil yang dilakukan layak untuk mendapatkan KUR.
Ditemukan pola bahwa sebelum mengajukan kredit, baik KUR maupun Non-KUR, perlu dilakukan pendampingan dan bantuan persiapan dalam menyusun perhitungan pendapatan dan pengeluaran dari usaha yang sudah dilakukan, namun tidak pernah dicatat.
Kerja bareng dengan Umaha ini, dalam menyelenggarakan konsultasi ini menemukan cara dan mampu memberikan pemahaman kepada 10 usaha kecil di Desa Sumbersuko.
Upaya ini terus dilakukan supaya usaha sektor pertanian kecil mendapatkan kesempatan mengembangkan usaha berkat dukungan permodalan perbankan, melalui KUR.
“Untuk itu, Pendopo Kembang Kopi sudah melengkapinya dengan melakukan kerja bareng bersama BNI UB, Malang yang diharapkan bisa menolong banyak petani rakyat yang membutuhkan pendanaan untuk pengembangan usaha,” pungkas Pietra. (Had).
MALANG NEWS – Saat ini umumnya warga dengan kegiatan usaha kecil di desa (petani rakyat) tidak memiliki catatan yang cukup rapi, untuk dipakai sebagai dasar bukti penerimaan dan pengeluaran yang cukup jelas.