Ikuti Kami di Google News

Pietra Widiadi. (Had).
MALANG NEWS – Atas adanya pemaparan naskah akademik untuk draft perda oleh Universitas Widya Gama Malang (UWG) bertajuk pemberdayaan jasa ekowisata masyarakat pedesaan Kabupaten Malang, Dial Foundation mengkritisi dengan memberikan sejumlah catatan.


Salah satu yang menarik adalah Pietra Widiadi, menyorot soal pentingnya perhatian terhadap kepentingan ekologi daripada kepentingan ekonomi.

“Setidaknya kepentingan ekologi, di dalam ekowisata semestinya lebih mengedepan, dibandingkan dengan kepentingan ekonomi,” kata Pietra Widiadi, pada Kamis (15/10/2020).

Pengertian ekowisata
Secara umum, meskipun dari kalangan akademi banyak yang kurang tepat memberikan definisi, pengertian tentang Ekowisata.

“Terutama terkait dengan apa yang disebut dengan destinasi wisatanya. Menariknya, ekowisata hanya dianggap sebagai sebuah atraksi semata tanpa melihat bahwa kepentingan ekologi, di dalam ekowisata setidaknya lebih mengedepan dibandingkan dengan kepentingan ekonomi,” imbuh pria alumnus Universitas Airlangga ini.

Sorotan Judul
Pietra mengajak melihat satu-persatu terkait dengan kajian ini, yaitu:
Judul draft perda Pemberdayaan Jasa Ekowisata Pedesaan Kabupaten Malang.

Dalam sisi ini tentu dengan judul pemberdayaan, seolah ini menggambarkan tentang bagaimana memberikan perlakukan kepada pelaku ekowisata.

“Jadi mengapa tidak langsung saja memberikan semacam panduan bagi pelaku wisata di Kabupaten Malang, tentang standar kinerja Jasa Ekowisata atau langsung saja Ekowisata. Kalau itu yang dilakukan maka jelas dan tegas bahwa tusi (tugas dan fungsi) dan kewenangan berada pada Dinas Pariwisata,” tandas Pietra.

Dalam hal ini, kalau terkait dengan pemberdayaan tentu entitasnya jangan-jangan adalah ranah kewenangan dan tusinya OPD lainnya, bukan OPD Kepariwisataan.

Misalnya desa, tentu yang memiliki kewenangan dan tusi adalah PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa). Hal ini perlu ditegaskan supaya tidak saling berebut lahan diantara OPD.

Pelaku Penguatan
Dari gambaran nomer satu dan dua tersebut, tentu penting ditekankan supaya arah dari penyusunan perda ini tidak salah asuh, siapa yang seharusnya melakukan penguatan pada kepada kelompok masyarakat pelaku pembangunan.

Dalam hal ini, pengembangan ekowisata, dikategorikan dalam ranah pembangunan. Kalau terkait dengan orangnya jelas, itu kerjaan dari PMD bukan dari Dinas Pariwisata.

“Jangan sampai kalau perda jadi, pelaku pemberdayaan ditangkap KPK, karena bukan tusi dan kewenangannya,” jelas pria yang juga aktif sebagai Green Policy and Governance Leader – WWF Indonesia).

Pengembangan Zonasi
Selain itu, pengembangan zonasi, baik itu dengan perspektif ekonomi, lingkungan dan sosial, tidak serta merta dipisahkan secara tematik, misalnya yang digambarkan tentang wilayah Gunung Kawi yang dianggap sebagai wisata budaya, ini jelas kurang tepat.

Mengapa, dari hal ini, ketika hanya diarahkan pada konteks budaya, tidak tentu tidak sekedar soal makan atau pasarean pesugihan atau Keraton Gunung Kawi.

Tetapi juga mengejawantahkan, budaya warga masyarakat yang menekankan menanam kopi dan tanaman keras dan bambu yang menyuburkan ketersediaan air.

Mengapa ini penting, karena Gunung Kawi dalam RTRW yang berlaku saat ini dinyatakan sebagai kawasan tangkapan air, atau saya sebut sebagai Menara air, akan terabaikan.

Jadi sebaiknya perda ini tidak perlu lari ke mana-mana, masuk dalam ranah partisipasi, penguatan kelembagaan masyarakat segala. Biarlah itu diatur dalam turunan tentang UU 16/2014 tentang Desa, misalnya. Atau biar saja itu masuk ranahnya RPJM Kabupaten yang diemban oleh Bupati terpilih misalnya.

Jadi bagus ada inisiatif perda tentang Ekowisata, tetapi tidak perlu merambah ke mana-mana yang mengaburkan peran dan tusi dari OPD yang mengampu,

“Karena kalau tidak, maka perda ini akan jadi monument Gedung Arsip Pemerintah Kabupaten Malang saja,” papar Pietra mengakhiri. (Had).

Share: