Ikuti Kami di Google News

Dandik Katjasungkana perwakilan IKOHI Jatim
Dandik Katjasungkana, perwakilan IKOHI Jawa Timur. (Had).
MALANG NEWS – IKOHI (Ikatan Orang Hilang) Jawa Timur, mengecam keras atas diangkatnya eks Tim Mawar di Kemhan RI beberapa waktu lalu oleh Presiden.


“Kami mengecam keras Keputusan Presiden Joko Widodo yang tidak kunjung menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk juga atas kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1997-1998,” kata Dandik Katjasungkana perwakilan IKOHI Jatim melalui WhatsApp, Minggu (27/9/2020).

Seperti diberitakan berbagai media,
beberapa waktu lalu presiden mengangkat eks Tim Mawar di Kemhan RI yang belakangan menuai reaksi keras dari sejumlah penggiat dan pejuang HAM di tanah air.

Salah satunya adalah sikap kecaman keras dari Ikatan Orang Hilang (IKOHI) Jawa Timur.

Empat Tuntutan Sikap
Dalam rilisnya, IKOHI memberikan 4 pernyataan sikap atas pelantikan eks Tim mawar tersebut. “Kami mendesak dilakukannya pembatalan Kepres terkait. Kami menyerukan
kepada berbagai pihak, khususnya kelompok-kelompok pro-demokrasi dan para pembela HAM bergerak mengakhiri impunitas dan kemajuan penegakan HAM di Indonesia,” ujar alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.

Berikut kutipan selengkapnya rilis pernyataan sikap IKOHI Jatim yang dikirimkan ke berbagai media.

Pernyataan Sikap IKOHI
Kembali Hak Asasi Manusia (HAM) mendapatkan hantaman keras di Republik ini. Kekuasaan pasca Orde Baru Soeharto yang diharapkan bisa membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta menegakkan hak asasi manusia, justru berkali-kali mencederainya.

Kekuasaan yang lahir dari pengorbanan air mata bahkan nyawa para pejuang demokrasi itu, tidak membawa perubahan ke arah yang lebih baik dari orde sebelumnya.  

Berbagai korupsi justru merebak di hampir semua level birokrasi, pusat sampai daerah. Begitu pula, kejadian demi kejadian pelanggaran hak asasi manusia tidak kunjung berhenti, terus berlangsung menambah daftar panjang buruknya pemerintah dalam mengelola dan memenuhi hak-hak dasar warga negaranya.

Ketika Joko Widodo terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pada 2014, salah satu komitmen yang diucapkan adalah ia akan membangun pemerintahan yang menghormati hak asasi manusia, memenuhi rasa keadilan para korban dan mengusut pelanggaran HAM masa lalu. Termasuk juga diantaranya mencari keberadaan para aktivis pro-demokrasi yang hilang karena diculik aparat militer pada 1997-1998.

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyetujui masuknya dua eks anggota Tim Mawar sebagai pejabat di Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo Subianto. Persetujuan itu dituangkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 166/TPA Tahun 2020.

Keduanya adalah Brigjen TNI Yulius Selvanus sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan, serta Brigjen TNI Dadang Hendrayudha sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan.

Tim Mawar merupakan Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD yang dipimpin Prabowo pada saat masih menjabat Komandan Kopassus. Dalam pengadilan di Mahkamah Militer, tim tersebut telah terbukti menjadi dalang dalam operasi penculikan aktivis menjelang runtuhnya kekuasaan Soeharto pada 1998.

Keputusan tersebut jelas mencederai komitmen Presiden Joko Widodo dalam penegakan hak asasi manusia, penyelesaian terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa.

Keputusan Presiden Joko Widodo itu juga makin menebalkan indikasi pengingkarannya terhadap komitmen pencarian terhadap aktivis korban penghilangan paksa, yang dia ucapkan berkali-kali pada saat kampanye Pemilihan Presiden, juga ketika bertemu langsung dengan keluarga korban.

Pengangkatan eks anggota Tim Mawar itu, melengkapi pengingkarannya yang juga telah mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan.

Sudah 22 tahun ini para orang tua, istri dan anak-anak keluarga korban mencari kejelasan nasib anggota keluarganya yang hilang.

Sudah semua instansi yang berwenang didatangi. Sudah hampir semua Presiden ditemui. Tiap hari Kamis berdiri di depan Istana.

Yang terakhir, bahkan keluarga korban orang hilang menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo supaya memenangkan Pemilihan Presiden demi menghadang orang yang diduga kuat sebagai pelaku penculikan.

Alih-alih memenuhi komitmennya terhadap keluarga korban dan menggelar Pengadilan HAM untuk mengadili para pihak dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa, pemerintahan Joko Widodo justru membagikan kursi kekuasaan kepada orang-orang yang terduga kuat sebagai pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu itu di dalam pemerintahannya.

Berdasarkan hal tersebut, kami menyatakan sikap:
1. Mengecam keras Keputusan Presiden Joko Widodo yang tidak kunjung menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1997-1998.

2. Menuntut pembatalan Keputusan Presiden RI Nomor 166/TPA Tahun 2020 yang mengangkat dua eks anggota Tim Mawar Kopassus sebagai pejabat di Kementerian Pertahanan.

3. Menuntut Presiden Joko Widodo, agar segera menjalankan rekomendasi DPR-RI pada 2009 untuk menyelesaikan kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi. Khususnya, membentuk tim khusus untuk mencari keberadaan para aktivis yang masih hilang.

4. Menyerukan kepada berbagai pihak, khususnya kelompok-kelompok pro-demokrasi dan para pembela hak asasi Manusia untuk terus menggalang solidaritas, bergerak bersama demi mengakhiri impunitas dan kemajuan penegakan hak asasi manusia di negeri kita ini.

Surabaya, 25 September 2020.
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Jawa Timur.
Kawan Herman_Bimo
Dandik Katjasungkana. (Had)

Share: