Ikuti Kami di Google News

Ki Demang selaku penggagas Kampung Budaya Polowijen
Ki Demang penggagas Kampung Budaya Polowijen, saat memberikan sambutan pada kegiatan Sesekaran Topeng Malang dan Launching Buku Budaya Polowijen. (Har)
MALANG NEWS – Bulan Suro (Muharram) merupakan bulan penting bagi masyarakat khususnya orang jawa. Banyak kegiatan tradisi yang sampai saat ini tetap selalu di lestarikan. Diantaranya kegiatan bersih desa yang masih di uri-uri dengan ragam ritual dan bermacam-macam kegiatan.


Tak terkecuali di Polowijen, kegiatan bersih desa di tandai dengan selamatan di petren yang jatuh pada Jumat legi 28 Agustus 2020. Karena masa sekarang masih dalam suasana pandemi Covid-19, maka Kampung Budaya Polowijen juga akan menyelenggarakan acara Sesekarang Topeng Malang, yang rencananya bakal di selenggarakan pda Sabtu Pahing 29 Agustus 2020 secara Vitual.

Sebelum acara Sesekaran Topeng Malang dimulai, kesempatan ini di manfaatkan oleh KBP kerjasama dengan Jurusan Tari dan Musik Universitan Negeri Malang, yang di fasilitasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, menyelenggarakan Sarasehan Budaya dengan tema Pengembangan Kampung Budaya di Kota Malang, melalui Seni Tradisional.

Tema sarasehan ini menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya Dr. Pujianto (Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Budaya), Dr. Roby Hidajat, M.Sn (Pengembangan Topeng Malang), Marsam Hidayat (Kidung Kluyuran), Agus Eko Suyanto S.Pd (pemeran Ragil Kuning) dan Isa Wahyudi M.Psi (Penggagas Kampung Budaya Polowijen), dengan moderator Dr. Ana Sopanah, SE, M.Si, Ak Dekan Fakultas EKonomi Malang.

Dr. Pujianto menyampaikan, bahwa pentingnya merawat tradisi dan budaya setempat bukan sekedar pelestarian saja, tapu melainkan ada nilai ekonomi yang dapat disinergikan dengan kegiatan budaya.

“Pun dengan konomi kreatif yang dapat di gerakkan, dan turut mewarnai perkembangan kampung. Terlebih lagi jika di kelola dengan baik, maka akan menjadi tempat wisata budaya,” kata dosen Senior Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang.

Sementara Itu, Dr. Roby Hidajat memberi semangat kepada kampung-kampung tematik di Kota Malang yang saat ini tidak menerima kunjungan karena dampak Covid-19.

“Kegiatan semacam ini, harus terus selalu digerakkan meskipun sekarang terbatas ruang dan waktu. Kampung Tematik harus beradaptasi dengan perkembangan zaman dan memanfaatkan IT, tujuannya untuk menampilkan sesuatu terhadap kekayaan lokal yang sudah ada, dan di kemas menjadi susuatu yang lebih menarik untuk di virtualkan,” ujar Roby dosen Seni Tari Universitas Negeri Malang, Minggu (30/8/2020).

Mestinya, lanjut dia, kampung-kampung harus mencatat agenda rutin yang relevan untuk dijadikan even, salah satunya kampung seperti perayaan tahunan atau even peringatan bulanan.

“Ya, seperti pada saat merayakan Agustusan, suroan dan itu diviralkan,” tegas Roby.

Menurutnya, kampung-kampung tematik hendaknya melakukan penggalian dan mengangkat tradisi lokal yang dapat dijadikan sebuah seni pertunjukan yang menarik.

“Salah satunya seperti acara ritual, agar tidak monoton perlu di kreasi dan di kemas yang dapat menarik perhatian, sehingga mudah untuk edukasi dan pembelajaran. Selain itu, juga ada pesan terhadap nilai-nilai jauh lebih mengena ke masyarakat awam, dan terlebih pada kaum millenial,” ungkapnya.

Selama Roby berekperiman terhadap seni pertunjukan tradisional di beberapa kampung tematik di Malang Raya, selama itu pula bisa menilai terhadap kampung-kampung mana yang kuat dan mau di ajak berkolaborasi, serta mampu mengekpresikan tradisi lokalnya.

“Ternyata masyarakat Polowijen jauh lebih mudah untuk diajak kerjasama,” tukas
Roby yang sudah lebih dari empat tahun bekerjasama dengan Kampung Budaya Polowijen.

Pria yang selalu membuat koreografi-koreografi baaru dengan seni pertunjukan, yang ada kaitannya dengan ritual di Polowijen, dan salah satu kegiatanya adalah Sesekaran Topeng Malang di Makam Empu Topeng Mbah Reni.

“Saya juga telah aktif menulis belasan buku seni tari dan seni pertunjukan lainnya, juga mengajak Nyai Dadak Purwo, sang penari transgender spiritual,” tukas dia.

Berawal dari situ, membuat Dadak purwo merasa ada chemistry di Polowijen.

“Saya merasakan aura yang berbeda di Polowijen, selain banyak situs karena ini desa tua asal usul Eyang Dedes. Saya merasa disitu ada kekuatan yang menuntun saya, untuk selalu mentrandensikan diri. Dan setiap kali saya membuat karya-karya, saya menari di berbagai candi di jawa Timur,” ucapnya.

iring-iringan beberapa penari topeng ditutup dengan ziarah di Makam Mpu Topeng Mbah Reni
Iring-iringan dari beberapa penari topeng, yang kemudian ditutup dengan ziarah di Makam Mpu Topeng Mbah Reni.
Dari hasil diskusi tersebut semua yang di tayangkan melalui zoom meeting dan live streaming youtube Media Inspire TV, Ki Demang selaku penggagas Kampung Budaya Polowijen menyampaikan, bahwa acara tersebut merupakan launching atau peluncuran pertama Buku Kampung Budaya Polowijen, yang bertajuk Pengembangang Kampung Tematik Berwawasan Budaya dan Industri Kreatif di Kota Malang.

“Buku ini merupakan tulisan bersama dari narasumber, yang saat ini diskusi di sarasehan yang merupakan buah pemikiran saya selama ini melakukan pengamatan, kajian, ekperimentasi dan dokumentasi segala aktivitas di KBP,” kata Ki Demang.

Adapun roundown acara Sesekaran Topeng Malang yang mengambil tema Anoman Gandrung, lanjut Ki Demang, menceritakan perjumpaan Dewi Ragil Kuning dengan Raden Gunungsari, yang berubah menjadi kera yang sedang menggoda Dewi Ragil Kuning.

“Karena lamanya tidak bertemu, setelah itu menampakkan wujud aslinya,” tutur dia.

Setelah fragmentasi acara, selanjutnya semua penari diajak ke Makam Buyut Reni, untuk nyekar dan doa bersama dan ditutup menari Topeng Ragil Kuning yang menjadi ciri khas KBP.

“Puncak perayaannya, iring-iringan beberapa penari topeng ditutup dengan ziarah di Makam Mpu Topeng Mbah Reni. Dan hanya boleh dihadiri warga setempat saja, tanpa penonton dari luar,” tandas Ki Demang. (Har)

Share: