Ikuti Kami di Google News

Akademisi Universitas Brawijaya (UB) sekaligus Pengamat Politik Tri Hendra Wahyudi
Akademisi Universitas Brawijaya (UB) Malang, sekaligus Pengamat Politik Tri Hendra Wahyudi. (Had)
MALANG NEWS – Akademisi Universitas Brawijaya (UB) sekaligus Pengamat Politik Tri Hendra Wahyudi mengatakan, dirinya merasa miris karena mayoritas warga Kota Malang akan menerima politik uang saat pilkada berdasar hasil survey yang dilakukan.


“Saya merasa miris. Karena dari hasil survey Kami mayoritas yaitu 43,3 persen warga menyatakan, akan menerima uang (money politics), tapi tidak mempengaruhi pilihan politik. Selanjutnya masyarakat yang bisa dipengaruhi politik uang 20,9 persen dan yang menolak tegas politik uang sebesar 34,6 persen,” tutur Tri Hendra Wahyudi, Sabtu (11/7/2020).

Sekilas informasi, meski masih diliputi pandemi, tahun ini dipastikan suhu politik menghangat, karena menjadi tahun politik Indonesia, dimana 270 kabupaten dan kota akan menggelar Pilkada Serentak.

Terkait adanya gelar pesta demokrasi massif tersebut, Pusat Kajian Pemilu dan Demokrasi FISIP UB mengadakan
Survey pemetaan politik dan perilaku memilih masyarakat Kota Malang, dalam pemilukada 2020 yang melibatkan 800 responden.

Solusi Money Politics
Tri Hendra mengungkapkan, setidaknya ada tiga point solusi meminimalisir praktik politik uang.

Yakni pertama, perlunya dilakukan sinergisitas penegakan hukum pidana pemilu, oleh Bawaslu dan polisi. Baik bagi pelaku (timses) berupa penjara, maupun calon yang terbukti melakukan politik uang berupa diskualifikasi dari kepesertaan pemilu.

Kedua, maksimalisasi calon agar mampu dan berhasil dalam membangun kedekatan emosional dengan konstituen.

“Solusi ketiga adalah untuk jangka panjang, perlu dijalankan sosialiasi yang terus menerus oleh penyelenggara pemilu dan akademisi ke masyarakat, tentang dampak buruk money politics bagi demokrasi yang bisa memicu meryeruaknya korupsi,” pungkas Tri Hendra. (Had)

Share: