Ikuti Kami di Google News

Pakar Sosiologi dan Direktur Sekolah Pascasarjana IKIP Budi Utomo Malang, DR. Sakban Rosidi, M.Si
Pakar Sosiologi dan Direktur Sekolah Pascasarjana IKIP Budi Utomo Malang, DR. Sakban Rosidi, M.Si. (Ist)
MALANG NEWS – Pakar Sosiologi dan Direktur Sekolah Pascasarjana IKIP Budi Utomo Malang, DR. Sakban Rosidi, M.Si, menilai adanya fenomena euforia ribuan wisatawan berkunjung ke destinasi wisata merupakan gejala mirip the prisoner dilema model, yaitu ibarat dilema seorang tahanan (narapidana).


“Saya menilai euforia ribuan wisatawan itu mirip fenomena dari teori the prisoner dilema model, yaitu perilaku mereka (wisatawan) ibarat dilema seorang tahanan (narapidana),” tandas Sakban Selasa (16/6/2020).

Sakban menuturkan, salah satu model teoretik permainan sosial, yang dikenal dengan model dilema tahanan (the prisoner dilema model) bisa digunakan, tidak hanya untuk menjelaskan perilaku, tetapi juga memprakirakan beberapa kemungkinan akibat yang timbul dari perilaku sosial.

Termasuk ke dalam bentuk perilaku yang bisa dijelaskan dengan model dilema tahanan ini, adalah perilaku euforia berwisata semasa pandemi Covid-19.

Dirunut ke akar pemikirannya, model dilema tahanan merupakan salah satu dari sejumlah teori Sosiologi bermetodologi individualisme. Sandaran filsafat teori ini adalah antropologi filsafat homoeconomicus.

Menurut Friedman and Hechter, ini ahli teori pilihan rasional, secara metateoretik, model ini berupaya menjelaskan sejumlah akibat sosial yang timbul karena tindakan bertujuan para pelaku yang menghadapi berbagai jenis kemungkinan kendala kelembagaan dan lingkungan.

“Mencari kegembiraan bagi wisatawan, atau mencari penghasilan bagi pengusaha sektor wisata dan yang terkait dengan wisata, jelas merupakan kebutuhan dan kepentingan individu,” jelas Sakban.

Maksimasi Jangan Merugikan
Masing-masing individu dalam perjumpaan sosial di tempat wisata, senantiasa berupaya memaksimasi kepentingannya: kesenangan dan atau keuntungan.

Bisa dikias bahwa masing-masing adalah para tahanan yang sedang berupaya mendapatkan kebebasan atau paling tidak keringanan hukuman.

Sayangnya, mereka acapkali tidak mempertimbangkan bahwa maksimasi kepentingan individu bisa berakibat merugikan individu lain.

Dalam konteks para tahanan, maka pengakuan dan kesaksian seorang tahanan (A), bisa digunakan untuk memberatkan tahanan lain (B).

“Demikian sebaliknya, pengakuan dan kesaksian tahanan (B), bisa digunakan untuk memberatkan tahanan pertama (A). Walhasil, kalau masing-masing berusaha secara egoistik, mengejar kepentingan individu, justru akan memberatkan hukuman bagi semuanya,” urai Sakban.

Permainan Berbahaya
Begitulah, seperti halnya di jalanan, keselamatan saya tidak hanya bergantung pada kehati-hatian saya, tetapi juga kehati-hatian pengguna jalan yang lain.

Pun sebaliknya, keselamatan pengguna jalan yang lain tidak hanya bergantung pada kehati-hatian dia sendiri, tetapi juga kehati-hatian saya sebagai pengguna jalan.

Ini permainan yang berbahaya, karena dari empat kwadran kemungkinan, tiga di antaranya mengandung risiko cukup besar.

Komposisinya adalah pertemuan orang sembrono dengan semboro menghasilkan LOSE-LOSE, pertemuan orang berhati-hati dengan sembrono menghasilkan WIN-LOSE, pertemuan orang sembrono dengan berhati-hati menghasilkan LOSE-WIN, sedangkan pertemuan orang berhati-hati dengan orang berhati-hati memberi akibat WIN-WIN.

Tampak gamblang, bila ada satu pihak saja yang sembrono, maka dipastikan akan ada yang lose.

“Satu-satunya peluang baik adalah saat semua pemain berhati-hati. Berkegiatanlah sesuai protokol kesehatan sebagai wujud kehati-hatian pribadi yang menjamin kepentingan bersama,” terang Sakban.

Ketegasan Pemerintah
Bagaimana dengan Pemerintah? Sakban mengatakan, saat tepat bagi semua petugas untuk mengingat, menghayati dan menerapkan, bila perlu dengan kekuatan pemaksa tanpa pandang bulu, demi mengemban amanat alinea keempat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945: melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tegakkan tertib-sosial untuk melindungi semua rakyat, dengan tegas dan paksaan secukupnya.

“Apakah tidak cukup dengan himbauan? Tidak. Karena himbauan tidak termasuk ranah pemerintah negara yang berdasarkan hukum. Terkecuali kalau negara ini diubah tidak lagi berdasarkan hukum, melainkan nasehat,” tegas Sakban mengakhiri. (Had).

Share: