Ikuti Kami di Google News

Komisioner Bawaslu Kabupaten Malang.
George da Silva, Komisioner Bawaslu Kabupaten Malang.
Oleh: George da Silva

MALANG NEWS – Demokrasi adalah bentuk pemerintahan, artinya dimana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah kehidupan mereka.


Demokrasi juga mengizinkan warga negara berpartisipasi secara aktif, baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, pembuatan dan hukum.

Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang mungkin adanya praktek kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktek dan prosedurnya. Lebih filosofis, demokrasi mengandung makna dan tersirat penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.

Jika, kita berbicara tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang lazim disebut Pilkada, tentunya berlandaskan pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 18 ayat (4) “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.

Artinya, dapat dilakukan pemilihan secara langsung, ataupun dapat dilakukan secara perwakilan yaitu melalui anggota DPRD Propinsi untuk pemilihan Gubernur, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati atau Walikota. Hal ini, secara teknis diatur melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Mengutip pendapat Hans Kelsen, Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat, sehingga yang melaksanakan kekuasaan negara adalah wakil-wakil rakyat yang terpilih, dimana rakyat telah yakin secara normatif, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan. Kebebasan individu, tanggung jawab, hak dan kewajiban, merupakan persyaratan bagi terciptanya suatu masyarakat yang berfungsi dan terbuka. Dalam hal ini, ada empat pilar dalam kehidupan bermasyarakat yaitu kebebasan politik, hak asasi manusia, kebebasan ekonomi, dan negara hukum.

Terkait dengan kesehatan masyarakat, adalah bagaimana kita melakukan pencegahan penyakit, sehingga memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisasi untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih sehat.

Apalagi dalam beberapa hari ini, Pemerintah akan menerapkan New Normal Life, untuk mencegah merambahnya wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dan bagaimana masyarakat bisa melakukan perekonomi, tetapi tetap menjaga Covid-19 tidak terinfeksi kepada masyarakat.

Demokrasi atau Kesehatan.
Pilihan yang sangat berat bagi pemerintah dan penyelenggara hendak melakukan Pilkada pada tanggal 9 Desember 2019 mendatang, dengan pilihan demokrasi atau kesehatan masyarakat.

Atau keduanya harus seiring dan sejalan untuk menuju demokrasi yang didambakan kita semua. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota merupakan saran untuk menfasilitasi transfer atau pergantian kekuasaan pemerintah di tingkat lokal/daerah prinsip secara damai dan demokratis.

Pilkada Tahun 2020 akan diselenggarakan di 270 daerah meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota pelaksanaan pemungutan suara dijadwalkan tanggal 23 September 2020. Hal ini, sesuai dengan amanat UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Pasal 201 ayat (6) “Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada bulan September 2019”.

Ternyata di awal tahun 2020 muncul wabah Covid-19 hampir di seluruh dunia dan termasuk Indonesia, sehingga Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan sebagai pandemi. Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan karantina wilayah (lock down), tetapi memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19.

Pada tanggal 21 Maret 2020 KPU melakukan penundaan beberapa tahapan Pilkada, dan muncul tiga opsi penundaan pemungutan suara serentak, yaitu dilaksanakan tanggal 9 Desember 2019, kedua tanggal 17 Maret 2012, dan ketiga dilakukan pada tanggal 20 September 2021.

Dengan berbagai usul, saran, pertimbangan demokrasi dan kesehatan masyarakat, maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020, tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi UU.

Setelah itu, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan oleh Komisi II DPR RI, Rabu tanggal 27 Mei 2020, Komisi II, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilihan Umum (DKPP) menyetujui pemungutan suara serentak dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020.

Menurut catatan ada tiga point. Pertama, pemungutan suara Pilkada Tahun 2020 dilaksanakan tanggal 9 Desember 2020 sesuai Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Kedua, menyetujui seluruh tahapan Pilkada 2020 harus dilakukan sesuai protokol kesehatan, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19, serta tetap berpedoman pada prinsi-prinsip demokrasi. Ketiga, Komisi I DPR RI meminta KPU, Bawaslu, dan DKPP mengajukan usulan tambahan anggaran terkait Pilkada.

Pilkada di 270 daerah akan menjadi Pilkada serentak terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, Pilkada digelar tahun ini memiliki potensi berimbasnya pada stabilitas politik nasional, walaupun digelar pada skala lokal/daerah.

Kita berharap jangan sampai, terjadi transaksional, politik kepentingan. Penyelenggara Pilkada harus lebih berhati-hati, karena semua mata tertuju kepada netralitas, independen, dan integritas penyelenggaran Pilkada.

Perppu No 2 Tahun 2020, Pasal 201 ayat (2) dan ayat (3) ”Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimkasud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A”.

Artinya, penambahan Pasal 122A mengatur tentang syarat legalitas penundaan dilakukan dengan Keputusan KPU dan dilakukan dengan persetujuan bersama antara KPU, pemerintah, dan DPR. Pemungutan suara serentak pada tanggal 9 Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali, apabila tidak dapat dilaksanakan, karena bencana nasional pandemi Covid-19 belum berakhir.

Berarti KPU mempunyai kewenangan menerbitkan Peraturan KPU kelanjutan tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020 yang tertunda. Apabila di lapangan terjadi wabah yang tidak bisa dibendung dan diprediksi, maka KPU dapat menunda pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota setelah berakhirnya wabah Covid-19 atau bencana nonalam. Inilah, kewenangan pada KPU sesuai prosedur, mekanisme hukum.

Demokrasi juga amanat UU harus dilaksanakan yaitu melalui Pilkada, dan di sisi lain kesehatan masyarakat juga amanat UU harus diperhatikan karena menyangkut hak asasi seseorang untuk hidup yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Hak asasi manusia juga diakui seluruh dunia bertujuan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai, harkat, derajat dan martabat manusia.

Negara dalam keadaan bahaya, terancam Corona, kita sebagai warga negara wajib membela dan mempertahankan negara Indonesia sebagai wujud cinta tanah air, tetapi kita juga diberi kebebasan untuk melaksanakan pesta demokrasi, yaitu Pilkada dengan mematuhi, disipiln tentang protokol kesehatan yang diatur oleh pemerintah. Negara mana pun di dunia yang tidak melindungi dan menjaga masyarakatnya, sehingga Pilkda, demokrasi, dan kesehatan masyarakat harus seiring dan sejalan, tidak bisa dipisahkan perlakukannya.

Catatan Redaksi:
Penulis adalah Komisioner Bawaslu Kabupaten Malang.

Share: