MALANG NEWS – Puluhan warga masyarakat di Dusun Junggo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu dengan tegas menolak Konstatering dari Pengadilan Negeri (PN) Malang, pada Senin (17/11/2025).
Pengadilan Negeri (PN) Malang yang akan melakukan konstatering atau pencocokan batas tanah terkait permohonan, eksekusi atas lahan dari 45 warga, oleh dr. Widya.
Turut hadir dan disaksikan langsung oleh Kades Tulungrejo, Suliono, Camat Bumiaji, Thomas Maido, Anggota DPRD Kota Batu, H. Khamim Tohari, S.Sos Kapolsek Bumiaji, AKP Anton Subagijo, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Panitera PN Malang, awak media dan puluhan warga masyarakat Dusun Junggo.
Warga masyarakat Dusun Junggo melalui kuasa hukumnya, Dr. Solehudin, S.H., M.H., menyatakan keberatan dengan menolak pelaksanaan Konstatering tersebut, karena dinilai cacat hukum dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tindakan eksekusi.
“Kami menolak dengan tegas untuk pelaksanaan konstatering hari ini, karena kami anggap cacat hukum,” tegasnya.
Anggota DPRD Kota Batu, H. Khamim Tohari, S.Sos yang hadir langsung mendampingi warga masyarakat Dusun Junggo, dengan lantang tanpa ragu atas nama warga masyarakat Dusun Junggo juga menyampaikan keberatannya kepada petugas Panitera dari Pengadilan Negeri (PN) Malang, menolak konstatering.
“Saya disini wakil rakyat. Jadi jangan seenaknya melakukan konstatering. Mohon dengarkan dulu. Kita lihat bukti pembayaran dan perjanjian yang sudah ada dulu. Kalau dipaksa konstatering, jangan salahkan warga masyarakat jadi ngawur,” tegasnya.
Mantan wartawan senior Malang Raya ini kembali menegaskan, bahwa warga masyarakat Dusun Junggo sudah memiliki etikad baik dan sudah berusaha menjalankan isi perjanjian perdamaian dengan pemilik lahan.
“Sudah ada perjanjian perdamaian antara warga masyarakat Dusun Junggo dengan dr. Widya setelah keputusan Pengadilan Negeri Malang. Warga masyarakat disini juga sudah melakukan pembayaran sebesar Rp 620 juta walaupun belum lunas. Tetapi, sebagian juga ada yang lunas dari pembayaran. Maka, secara otomatis ini dapat menjadi bukti bahwa dasar eksekusi sudah tidak relevan lagi,” tegasnya.
Dari pihak kuasa hukum dr. Widya, Igor Renjana Purwadi, S.H., M.H., menyampaikan, bahwa pihaknya bersedia komunitas ulang dengan kuasa hukum warga masyarakat Dusun Junggo. Namun akan tetapi jika tidak ada titik temu, dirinya akan berkirim surat kepada pihak PN Malang untuk permohonan eksekusikan lahan milik dr. Widya.
“Kami akan berkomunikasi dengan kuasa hukum warga masyarakat Dusun Junggo, jika tidak tercapai kesepakatan, Maka kami siap bersurat ke PN Malang dan nanti akan diteruskan proses eksekusinya,” ujarnya.
Panitera Muda Perdata dari PN Malang, Ramli akhirnya menghubungi Ketua PN Malang, untuk meminta arahan. Setelah berkoordinasi dengan Ketua PN Malang, mendapat keputusan penting.
“Berdasarkan petunjuk dari pimpinan, pelaksanaan konstatering hari ini ditunda. Kami berharap dari kedua belah pihak bisa berdamai dan memberikan waktu untuk berdiskusi. Namun, jika perdamaian gagal, hukum harus tetap berjalan,” tegasnya.
Tak pelak, sontak saja pernyataan tersebut disambut lega oleh warga masyarakat Dusun Junggo. Sembari menunggu hasil pertemuan kedua belah pihak.
Kepala Desa Tulungrejo, Suliono mengatakan, bahwa untuk kasus sengketa tanah antara dr. Widya Julianti dan 45 warga berawal adanya gugatan sejak Januari 2021, karena tanah seluas 4.731 meter yang telah bersertifikat atas nama dr. Widya, saat ini telah menjadi sebuah kampung dan berdiri 45 rumah warga. Namun, sejarahnya tanah tersebut berasal dari tanah hak Erfpacht milik Djing Sing Oe, selanjutnya tanah dibeli dan dikuasai oleh Desa Tulungrejo. Pada saat masa Orde Baru, tanah-tanah tersebut dibagi-bagi oleh Pemerintah kepada pejabat-pejabat seperti oknum Gubernur Jawa Timur, oknum Kepala Agraria, oknum Panglima Kodam, serta oknum Pejabat Parlemen pada masa itu. Berdasarkan dokumen yang ada di desa, bila lahan seluas 4.731 meter persegi awalnya milik Larasati Soepijah, istri dari mantan Gubernur Jatim, yang kini beralih menjadi milik dr. Widya Julianti.
“Tanah yang pada saat ini dikuasai oleh 45 warga awalnya dari tanah hak erfpacht milik Djing Sing Oe, menurut sejarah, memang ada beberapa tanah yang asalnya dikuasai oleh beberapa pejabat, namun telah diserahkan ke warga, tinggal tanah yang awalnya milik Larasati Soepijah, istri dari mantan Gubernur Jatim yang beralih jadi milik dr. Widya atau suaminya Pak Anhar yang masih bersengketa,” pungkasnya. (Nda)






