Ikuti Kami di Google News

MALANG NEWS – Seperti yang telah diketahui bersama, soal keluh kesah beberapa walimurid yang diungkapkan kepada para awak media soal dimintai sumbangan Partisipasi Masyarakat dengan jumlah nominal yang ditentukan, yakni Rp 150 ribu, akhirnya dibantah oleh Kepala Sekolah dan Ketua Komite.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 di Kota Batu diduga melakukan penggalangan dana berbentuk sumbangan Dana Partisipasi Masyarakat, yang hingga kini menjadi viral dan menjadi perbincangan publik.

Puncaknya, salah seorang walimurid kepada awak media mengeluhkan, soal adanya sumbangan Dana Partisipasi Masyarakat yang dimaksud tersebut.

“Saya membayar sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati senilai Rp 150 ribu per bulannya, dan kalau itu tidak dibayar maka itu menjadi tunggakan bagi saya, karena informasinya ijazah anak saya tidak bisa keluar natinya,” ungkapnya sembari berpesan, agar namanya tidak disebutkan, Selasa (6/8/2024) kemarin.

Dirinya mengaku keberatan dengan sumbangan Dana Partisipasi Masyarakat, karena menurutnya ditentukan jumlah nominalnya yang harus dibayarkan pada tiap bulannya.

“Terus terang saya keberatan, karena menurut saya jumlah nominalnya itu besar, namun untuk menyampaikannya ke pihak komite dan pihak sekolah saya tidak berani, maka dari itu nama saya jangan disebutkan,” ujarnya.

Klarifikasi Kepala Sekolah SMKN 2 Batu dan Ketua Komite

Sementara itu, Kepala Sekolah SMKN 2 Batu, Slamet Winarto kepada wartawan membantah, jika dirinya hanya melanjutkan Kepala Sekolah yang lama, dimana soal Dana Partisipasi Masyarakat atau sumbangan yang dimaksud.

“Saya mengerti kalau soal sumbangan itu memang tidak boleh ditetapkan nominalnya, baik waktunya dan tidak boleh diwajibkan serta tidak boleh ditagih. Karena, sejak saya disini beberapa kali telah saya sampaikan kepada pihak Komite. Jadi, kalau ada salah satu saja yang ditetapkan berarti itu masuk dalam pungutan,” ujarnya, saat klarifikasi dihadapan para awak media, Rabu (7/8/2024) di ruang kerjanya.

Menurutnya, yang terjadi itu pihak Komite waktu itu menjelaskan jika telah disampaikan seperti misalnya rapotan yang diambil oleh walimurid.

“Itu karena Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kita sekian dan setelah dihitung yang tidak tercover dari dana bantuan itu sekian yang akhirnya terkumpul. Kesimpulannya walimurid kita berikan gambaran, jika dirata-rata misalnya Rp 120 ribu. Tapi faktanya, walimurid menulis sesuai dengan kemampuannya, jadi mereka (walimurid-red) ikhlas dengan mau menyumbang ada yang Rp 50 ribu, Rp 75 ribu, walaupun pada faktanya itu juga ada yang menyumbang tidak full Rp 50 ribu, dan jika siswa-siswi lulus kami juga tidak pernah menagih, apalagi sampai menahan ijazah,” paparnya.

Saat disinggung lebih jauh, dirinya juga mengaku jika ada kartu semacam sumbangan yang dimaksud, diakuinya jika hal itu sesuai dengan pendampingan dari Aparat Penegak Hukum (APH).

“Karena pertimbangan dari APH memang harus ada kartu, sebab wajib dan memang harus dicatat agar mengetahui jumlah nominalnya yang terkumpul, karena nantinya juga dikembalikan lagi kepada para siswa dan siswi, selain itu juga diperuntukkan bagi pengembangan sarana dan prasarana penunjang di sekolah,” urainya.

Jadi, kesimpulannya, lanjut Slamet Winarto, jika pihaknya sekolah dan Komite tidak menekan dan mewajibkan, sebab hanya sebatas keikhlasan dari para walimurid saja.

“Memang seadanya, kami juga tidak pernah menekan apalagi mengharuskan dan mewajibkan, jadi intinya memang sukarela serta tidak memaksa, itu yang perlu dipahami bersama,” jelasnya.

Berkaitan dengan hal yang dimaksud, juga dibenarkan Ketua Komite SMKN 2 Batu, Endah Yuliati. Sebab, menurutnya apa yang dilakukan pihak Komite hanya sebatas memberikan pertimbangan demi kemajuan sekolah untuk dapat terus berkembang.

“Jadi, semua itu dilakukan demi kebutuhan sekolah, seperti salah satunya Dana Partisipasi Masyarakat, dimana itu memang tidak terikat, juga tidak dibatasi waktunya untuk membayar. Karena, kita juga mengikuti manajemen sekolah terkait dengan anggaran dasar, jadi kita sebagai Komite juga selalu mendampingi,” tukas Endah.

Pihaknya juga mengungkapkan, terkait dengan kebutuhan sekolah yang tidak tercover oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maka pihaknya melakukan (sumbangan-red) itu hanya sebatas sukarela tidak mewajibkan para walimurid, karena semua juga kembali kepada kemajuan dan perkembangan sekolah.

“Kami komite ini dibentuk juga berdasarkan perundang undangan, kita juga tahu tatanan yang tidak ujug-ujug meminta sumbangan Dana Partisipasi Masyarakat. Selain itu, sebelumnya kita juga menyampaikan kepada semua para walimurid agar mereka dapat memahami kondisi di sekolah ini, dimana salah satunya terkait dengan sarana maupun prasarana, seperti salah satunya kebutuhan perbaikan gedung, agar nantinya kepada walimurid dapat memberikan bantuan sumbangan seikhlasnya saja, sebab nantinya juga kembali kepada murid-murid,” urai Endah.

Terpisah, masih berkaitan dengan Dana Partisipasi Masyarakat, juga dibenarkan Kepala Dinas Provinsi Jawa Timur, Aries Agung Paewai.

“Berkaitan dengan Dana Partisipasi Masyarakat tidak ada sesuatu yang tidak diputuskan melalui musyawarah. Komite melakukan rapat dan hasil keputusan rapat ditetapkan keputusan bersama. Hasilnya itulah dijadikan dasar. Itu bukan pungutan. Kalau semua dianggap pungutan, terus apa yang mau dihasilkan anak didik yang berkualitas,” tegas Aries.

Aries Agung Paewai yang juga Pj. Wali Kota Batu Ini lebih lanjut menambahkan, bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur, menurutnya terbatas anggarannya. Sedangkan sumbangan yang dilakukan Komite Sekolah tidak lain nantinya kembali lagi untuk kebutuhan para siswa dan siswi di sekolah. 

“Kalau tidak mampu dan tidak sanggup bayar ya sampaikan ke Komite Sekolah ketidaksanggupannya, jadi tidak perlu protes karena itu hasil dari musyawarah Komite Sekolah,” tandasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan Kermendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dimana pada Pasal 12 Huruf b mengatur, bahwa Komite Sekolah baik perorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orangtua walimurid.

Penggalangan dana bisa saja dalam bentuk sumbangan yang bersifat sukarela dan tidak mengikat dan tidak menentukan jumlah nominalnya, serta waktunya juga tidak ditentukan secara reguler atau berkelanjutan. Namun jika nilai nominal dan waktunya ditentukan oleh pihak Komite dan Sekolah, maka itu bukan masuk dalam kategori sumbangan, melainkan pungutan. (Nda)

Share: