MALANG NEWS – Hearing antara anggota Komisi C DPRD Kota Batu, Pemerintah Kota Batu, Asosiasi Petinggi dan Lurah (APEL) Kota Batu, serta Asosiasi BPD Kota Batu yang digelar di Gedung DPRD Kota Batu, pada Senin (24/6/2024), belum menemui titik terang.
Alhasil, Hearing yang telah berlangsung hingga menjelang Maghrib itu akhirnya ditunda pada Kamis (27/6/2024) mendatang, sampai adanya kesepakatan yang dapat memenuhi kebutuhan bersama tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat Kota Batu secara umum.
Pasalnya, Asosiasi BPD dan APEL Kota Batu bersikeras dengan meminta kepastian hukum dari Pemerintah Kota Batu, terkait rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Meskipun terdapat desakan dari berbagai pihak, namun BPD dan APEL tetap pada pendiriannya, bahwa kenaikan PBB seharusnya tidak melebihi dari 100 persen.
Wakil Ketua APEL Kota Batu, Andi Faisal Hasan, menyampaikan, bahwa pihaknya setuju kenaikan PBB tersebut, namun harus ada batasan.
“Teman-teman dari BPD dan APEL setuju, kenaikan PBB perlu dilakukan, namun peningkatannya harus dibatasi maksimal 100 persen. Jika melampaui angka tersebut, itu jelas akan memberatkan masyarakat,” kata Andi Faisal Hasan.
Menurut Kepala Desa (Kades) Junrejo ini, permasalahan utamanya terletak pada rumusan-rumusan yang menunjukkan kenaikan yang dianggap tidak wajar.
“Ya, maka dari itu kami menekankan perlunya pengkajian ulang terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB serta RAPBD yang harus direvisi. Revisi ini dianggap perlu melibatkan secara langsung Asosiasi BPD dan APEL, mengingat dampak dari kenaikan PBB tidak hanya berdampak pada sejumlah individu saja, tetapi juga pada keseluruh masyarakat Kota Batu,” tegas Andi Faisal Hasan
Sementara itu Ketua Komisi C DPRD Kota Batu, H. Khamim Tohari, S.Sos mengungkapkan, bahwa Asosiasi Petinggi dan Lurah (APEL) Kota Batu telah mengajukan keberatan terhadap kenaikan pajak PBB.
“Melalui APEL, para kades mengajukan keberatan soal kenaikan PBB, maka dari itu kita hari ini jajak pendapat dmrlalui Hearing kali ini,” ujar Khamim.
Menurut mantan wartawan senior Malang Raya ini, DPRD Kota Batu memiliki keterbatasan dalam mengambil keputusan terkait kenaikan PBB.
“Ya, karena hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Namun, sebagai langkah responsif, DPRD memiliki inisiatif untuk melakukan perubahan terhadap Perda yang berlaku,” paparnya.
Politisi dari PDI Perjuangan ini juga menyatakan, bahwa pihaknya bersama dengan Pemerintah Kota Batu akan duduk bersama untuk mendengarkan keluhan dari masyarakat terkait dengan kenaikan PBB, yang dimaksud.
“Tentunya sebagai wakil rakyat, kami harus mendengar semua keluhan dan menampung aspirasi dari masyarakat Kota Batu, dimana salah satunya juga terkait dengan kenaikan PBB,” urai Khamim.
Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Batu, masih kata Khamim, bukanlah sesuatu hal yang salah, tetapi lebih kepada penerapannya yang dirasakan kurang tepat.
“Salah satu contohnya adalah adanya zonasi yang tidak akurat, di mana nilai PBB di dalam kampung bisa lebih tinggi daripada yang berada di depan jalan,” ucap Khamim.
Dirinya menekankan, perlunya seleksi ulang terhadap data-data terkait dengan PBB untuk menjamin keadilan bagi seluruh warga masyarakat Kota Batu.
“Kami menegaskan, bahwa Perda terkait dengan PBB harus dikaji ulang, selain itu kami juga akan melibatkan APEL dalam proses tersebut.
Dengan adanya keberatan dari masyarakat terkait kenaikan PBB, langkah-langkah yang diambil oleh DPRD Kota Batu diharapkan dapat membawa solusi yang adil dan bersifat proaktif bagi semua pihak yang terlibat,” tandas Khamim.
(Nda)