Ikuti Kami di Google News

MALANG NEWS – Sidang terkait dengan perkara dugaan pelecehan seksual yang terjadi di SMA SPI Kota Batu kembali digelar, pada Rabu (3/8/2022) siang.

Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang Kelas 1A Ruang Cakra, Jalan Ahmad Yani, No.198, Purwodadi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Rabu (3/8/2022) dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan oleh tim kuasa hukum Julianto Eka Putra (JEP).

Tim kuasa hukum JEP, Ditho Sitompoel, S.H., LL.M menjelaskan, bahwa pihaknya baru saja membacakan nota pembelaan terhadap kliennya.

“Ya, disini kami menunjukkan bahwa dukungan dari siswa-siswi maupun para alumni dari SPI Kota Batu saat ini masih ada. Mereka meminta keadilan, agar pengadilan ini dapat membebaskan klien kami Julianto Eka Putra. Kenapa? Karena secara sah dan meyakinkan sudah terbukti bahwa, klien kami tidak melakukan seluruh apa yang didakwakan oleh JPU,” terang Ditho sapaan akrabnya, kepada awak media, usai persidangan.

Dalam wawancara tersebut, ketua tim kuasa hukum JEP, DR. Hotma Sitompoel, S.H., M Hum juga menunjukkan bukti-bukti di hadapan wartawan yang meliput, jika misalkan saja ada orang dari aktivis-aktivis yang menyatakan, bahwa disana (SPI) terjadi, ini sekarang siswa-siswi yang di sana (SPI) saja pun masih tetap menyatakan, bahwa tidak pernah ada isu-isu terkait dengan pelecehan seksual tersebut.

“Jadi ini ada 100 lebih siswa, bahkan yang sudah lulus menyampaikan semua omongan dari pelapor Sheren itu tidak benar, 100 orang juga bilang, bahwa itu tidak benar,” tegas Bang Hotma.

Pihaknya juga menambahkan, bahwa tidak pernah ada isu-isu tentang pelecehan seksual dan eksploitasi ekonomi yang dimaksud.

“Karena itu baru keluar kemarin ini setelah adanya konspirasi di Bali. 100 lebih siswa-siswi mengatakan tidak pernah ada isu itu bisa meledak tiba-tiba, dan bersyukurlah di dalam persidangan tidak terbukti sama sekali dakwaan dan tuntutan dari JPU,” ungkap Bang Hotma.

Pada kesempatan yang sama, tim kuasa hukum JEP, Jeffry Simatupang, S.H , M.H juga mengungkapkan, bahwa terkait kasus dugaan pelecehan tersebut, selain rekayasa juga ada konspirasi dan kepentingan persaingan bisnis.

“Arist Merdeka Sirait dalam perkara kita selalu mengatakan tuntut berat, hukum berat. Tapi dalam perkara Jakarta International School dia mengatakan bebaskan terdakwa. Arist memiliki dobel standart dalam menangani perkara. Ada apa sih Arist ini? Jangan cuma untuk mencari duit (uang) ketika dia ke kita tidak mengasih apa-apa, terus dia mengatakan ‘hukum berat, hukum berat’ tapi kalau dengan JIS bebaskan terdakwa. Pertanyaanya, sekarang ada apa dengan Arist Merdeka Sirait?,” ungkap Koh Jeffry sapaan akrabnya mempertanyakan.

Bang Hotma juga menimpali, bahwa dalam pledoi semua tidak ada buktinya dan bahkan JPU juga tidak berhasil membuktikan.

“Pertanyaanya begini, selama 12 tahun pelapor ke mana saja? Katanya tertekan, apa bisa masuk diakal selama 12 tahun katanya pelapor tertekan? Buktinya pelapor jalan-jalan liburan berdua bersama pacarnya dan beramai-ramai ke luar kota dan luar negeri bebas melakukan hubungan s*k*. Terbukti di persidangan, bahwa dia (pelapor) menginap di hotel bersama pacarnya Robert, yang kemudian sekarang mencoba melaporkan eksploitasi ekonomi. Dua orang ini berusaha menghancurkan SPI, dia akan kita tuntut secara hukum,” beber Bang Hotma.

Di kesempatan yang sama, tim kuasa hukum JEP, Philipus Harapenta Sitepu, S.H., M.H juga mengungkapkan hal yang senada.

“Yang paling mengejutkan, kita menemukan bukti dari Sheren pergi ke hotel bersama pacarnya dan itu dilakukan sebelum visum. Kami sengaja membawa bukti-bukti ini untuk membuktikan kepada teman-teman wartawan dan masyarakat luas, bahwa klien kami itu memang tidak bersalah,” tambah Philipus.

Pihaknya juga menyebut, jika sudah menunjukkan bukti-bukti di dalam persidangan dan dihadapan para awak media juga, bahwa ada konspirasi di Bali.

“Tanyakan sama jaksa bagaimana melawan bukti kita, karena kita sudah punya bukti-bukti, bahwa kasus perkara ini adalah rekayasa. Selain itu, juga ada pembicaraan-pembicaraan menjatuhkan terdakwa dan SPI. Jadi semua juga ada buktinya,” pungkas Philipus.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yogi Sudharsono, S.H., M.H kepada awak media menyampaikan, terkait sidang pembacaan pledoi dari tim kuasa hukum JEP tersebut.

“Hari ini pembacaan pledoi dari penasihat hukum terdakwa. Pada intinya, kuasa hukum terdakwa menganggap bahwa perkara ini adalah suatu rekayasa,” katanya.

Yogi Sudharsono yang juga sebagai Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kota Batu ini sebagai penuntut umum, berdasarkan alat bukti kemarin pihaknya meyakini jika terbukti.

“Kita saksikan dihadapan majelis hakim, baik berupa saksi, petunjuk, surat maupun keterangan ahli, bahwa kita meyakini dan sudah kita cantumkan dalam surat tuntutan kita pada persidangan sebelumnya, bahwa dalam perkara ini kita yakin terbukti,” ujarnya.

Pihaknya menginformasikan, bahwa selanjutnya persidangan akan digelar kembali pekan depan.

“Sidang selanjutnya pada hari Rabu tanggal 10 bulan Agustus tahun 2022, untuk membacakan replik dari Jaksa Penuntut Umum,” tandasnya.

Sebagai informasi, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang yang menangani perkara tersebut yakni Herlina Reyes, S.H., M.H (Ketua Majelis), Guntur Kurniawan, S.H (Hakim Anggota) dan Syafrudin, S.H. (Hakim Anggota).

Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu yang bertindak sebagai Penuntut Umum
yakni Yogi Sudharsono, S.H., M.H (Kasi Pidana Umum Kejari Batu), Edi Sutomo, S.H., M.H (Kasi Intelijen Kejari Batu), Maharani Indrianingtyas, S.H (Jaksa Fungsional Pidana Umum Kejari Batu) dan Muh. Fahmi Barata, S.H. (Yan)

Share: