Ikuti Kami di Google News

MALANG NEWS – Mahasiswa dikenal sebagai sosok dan figur agent of change, serta social control yang agresif. Karenanya adanya pelatihan kepemimpinan, diharapkan memberikan manfaat positif yang maksimal.

Dalam gelar Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Berwawasan Kebangsaan, pada Sabtu (11/9/2021), Akademisi UB (Universitas Brawijaya) Malang menghimbau mahasiswa jangan menjadi mahasiswa kupu-kupu.

“Kepemimpinan itu sangat luas. Berlaku dalam diri sendiri, keluarga, organisasi dan lain-lain. Mahasiswa jangan kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah pulang). Tapi kalau bisa ikut organisasi atau magang kerja. Agar bisa belajar lima basic life skills (mencari informasi, mengolah infornasi, mengambil keputusan, menyampaikan informasi, dan melakukan kerjasama),” terang Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UB Malang, Rachmat Kriyantono, PhD.

Seperti diketahui, digelar Pelatihan kepemimpinan mahasiswa berwawasan kebangsaan, pada Sabtu (11/9/2021), mulai pukul 09.00 WIB – 12.00 WIB secara virtual.

Menghadirkan Kresna Dewanata Prosakh Anggota DPR RI Komisi I, Dr. Bambang Dwi Prasetyo, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, FISIP UB Malang serta Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UB Malang, Rachmat Kriyantono, PhD.

Dalam materi berjudul Manajemen Kepemimpinan Wasathiyah Menjaga Kesatuan Bangsa, Rachmat Kriyantono mengajak mahasiswa memilih
organisasi yang baik.

Bisa BEM, Himpunan Mahasiswa Prodi, Lembaga Semi Otonom di kampus. Bisa juga NU, Muhammadiyah, HMI, PMII, GMNI dan lain-lain yang tidak dilarang pemerintah. Yang dilarang itu seperti PKI dan HTI.

“Untuk menjaga kesatuan NKRI dan Pancasila, tips kepemimpinan adalah kepemimpinan Wasathiyah yakni tawazun, tawasuth, tasamuh, dan cinta tanah air.

NKRI itu negara kesepakatan pendiri bangsa dari berbagai agama, suku bangsa. NKRI itu wadah yang menaungi keberagaman. Pancasila itu wujud nilai agama dalam konteks NKRI. Jadi, kita bukan negara agama dan bukan negara sekuler.

“Kita jaga Indonesia. Kita bangsa besar dan kaya agama, budaya, kekayaan alam melimpah. Kita pernah menjadi superpower ketika bangsa AS dan Eropa masih belum muncul,” tegas pria alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.

Mengapa kita belum menjadi negara besar? “Banyak penyebab. Seperti masih banyak korupsi, salah manajemen, mental rendah diri, sifat keIndonesiaan tergerus, masih banyak yang nggak bangga dengan Indonesia dan lebih bangga budaya asing, masih banyak yang belum sadar pentingnya kesatuan, masih ada yang ingin mendirikan negara khilafah dan lain-lain,” urainya mengakhiri. (Had)

Share: