Ikuti Kami di Google News

MALANG NEWS – Akibat pandemi sejak pertengahan 2020, Kemendikbud RI memutuskan pembelajaran dilakukan secara online atau daring (dalam jaringan).

Terkait hal ini, sejumlah Akademisi Malang Raya turut memberikan pendapat mengenai efektivitas Pembelajaran Daring.

RUJUKAN PERILAKU DAN HIKMAH

Guru Besar Fakultas Sastra UM, Prof. Dr. Dawud, M.Pd menekankan pentingnya menindaklanjuti pembelajaran daring dengan pendampingan oleh orang-orang terdekat dari peserta didik, yang memberikan contoh perilaku Islami.

Karena daring itu hanya sebagai salah satu wadah pengiriman materi saja. “Peserta didik perlu pendampingan untuk menemukan rujukan perilaku Islami,” tandas Guru Besar bidang Logika Bahasa ini, Kamis (26/8/2021).

Pendampingan tersebut, lanjutnya, merupakan bagian dari substansi dan atau atribut prinsip edukasi Islami. 

Edukasi Islam dalam pembelajaran daring juga berupa isi materi atau pokok bahasan yang Islami, yang sekurang-kurangnya tidak berisi kemaksiatan.

“Modus penyampaiannya pun harus secara bil-hikmah,” ungkap Prof. Dawud yang pernah dua periode menjadi Dekan Fakultas Sastra UM.

Menurutnya, hikmah itu bisa diartikan ‘dengan bijaksana’, antara lain, berbahasa santun, menggunakan modus mengajak, berproses secara bertahap, dan mengakomodasi kearifan lokal sebagai media penyampai.

MELAWAN DIRI SENDIRI DENGAN MULTIMEDIA

Sementara itu, Akademisi Universitas Raden Rahmat (UNIRA) Malang, Muh. Sonhaji Akbar, S.Pd., M.Kom, berpandangan bahwa efektivitas pembelajaran daring adalah melawan diri sendiri, yakni tidak berpuas diri. Karena posisi di rumah, harus
memperkaya materi melalui multimedia.

“Tutorial di youtube, membuat tutorial singkat di aplikasi tiktok juga bisa. Jadi, tiktok tidak disalahgunakan, malah bisa menjadi media belajar,” kata Dosen muda usia lulusan Magister Komputer ini.

Pegiat Tim An Namiroh Media ini juga berpendapat, bahwa multimedia punya keuntungan ganda. “Bisa membuat siswa refreshing,, tapi, aslinya mereka sedang belajar,” paparnya.

HINDARI REDUKSI TATAP MUKA

Pada kesempatan yang sama, Akademisi Ilmu Komunikasi UB, Rachmat Kriyantono mengingatkan agar pembelajaran daring tidak mereduksi kualitas komunikasi tatap muka.

Pembelajaran hanya berpindah saluran, dari tatap muka langsung menjadi tatap muka tidak langsung atau tatap muka bermedia.

“Jadi, peserta didik dan guru atau dosen harus tetap bertatap muka. Nggak boleh offcamera. Supaya kualitas interaksi tetap berjalan,” kata lulusan PhD di bidang Public Relations dari Edith Cowan University Australia ini.

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UB ini menjelaskan, bahwa kamera yang menyala membuat guru atau dosen tetap bisa melihat para siswa. Hal ini untuk membuat siswa selalu fokus pada materi dan mencegah melakukan aktivitas lain. Komunikasi interpersonal tatap muka memudahkan pemahaman.

“Guru atau dosen juga punya tugas membuat siswa memahami materi. tidak hanya mendelivery materi,” papar pria yang sudah menelurkan puluhan buku tentang ilmu komunikasi ini

Rachmat juga menegaskan, bahwa perilaku on camera selama pembelajaran daring merupakan bentuk adab agama.

“Kok nggak menghormati ya jika guru atau dosen ngomong, tapi, yang diajak omong nggak kelihatan,” jelas Pria alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.

Namun, dimungkinkan terjadi gangguan internet sehingga siswa hanya bisa off camera.

“Bisa saja ada noise. Siswa mesti omong ke guru atau dosennya, tentang hal ini,” pungkas Rachmat. (Had)

Share: