Ikuti Kami di Google News

Wakil Ketua Satgas Covid-19 NU Malang Raya, dr. Umar Usman, MM. (Had)

MALANG NEWS – Masyarakat baru-baru ini telah menyaksikan Presiden Jokowi, menyampaikan berita penurunan angka pasien Covid di tengah penantian berakhirnya pemberlakuan PPKM level 4 pada 9 Agustus nanti. 

Upaya penanganan dan penurunan angka terinfeksi Covid-19, terus dilakukan secara berkesinambungan dan kolaboratif melibatkan semua elemen.

Meski telah menunjukkan hasil baik, namun kontinuitas evaluasi perlu dijalankan untuk meningkatkan capaian kesembuhan menuju pelandaian kurva Covid-19.

“Saya menyoroti tiga (3) hal yang perlu dibenahi berdasar evaluasi. Pertama, masih banyak dijumpai adanya keterlambatan penanganan, karena masyarakat enggan mencari pertolongan ke RS karena trauma. Kedua, capaian vaksinasi belum maksimal dan saat ini sedang digencarkan. Dan ketiga yang perlu dibenahi adalah manajemen data yang valid, update, sistematis, dan terverifikasi,” tegas Wakil Ketua Satgas Covid-19 NU Malang Raya, dr. Umar Usman, MM, Sabtu (7/8/2021).

Seperti diketahui, lebih dari 1.000 orang meninggal dunia setiap harinya akibat Covid-19, meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah diterapkan.

Salah satu penyebab kematian tinggi, adalah terlambatnya mereka yang terinfeksi dibawa ke rumah sakit, selain capaian vaksinasi yang belum cukup membentuk kekebalan kelompok (herd immunity).

Pemerintah perlu memperbaiki komunikasi terkait urusan rumah sakit, agar mereka yang kondisinya kritis tidak dirawat secara mandiri, tapi di rumah sakit agar tak terlambat.

TERLAMBAT DIRAWAT DAN TRAUMA

Terlambatnya pasien dibawa ke rumah sakit, menjadi penyebab tingginya angka kematian.

“Banyak pasien yang terlambat mendapatkan intervensi medis. Berdasar informasi, banyak yang merasa malu kalau mengaku sakit Covid. Jadi mereka lebih baik diam dan diminta dirawat keluarganya,” kata Pria yang juga Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Malang ini.

Salah satu hal yang memperparah kondisi pasien Covid, adalah mereka datang ke rumah sakit dalam keadaan saturasi oksigen yang sudah sangat rendah.

Angka kematian akibat Covid-19 masih berada di kisaran 1.500 atau lima kali lipat dibandingkan angka kematian di pertengahan Juni.

Angka kematian per hari sejak awal Juli terus di atas angka 1.000, dan bahkan pernah mencapai angka lebih dari 2.000 per 24 jam.

Sejak awal pandemi, lebih dari 97.000 orang Indonesia meninggal dunia akibat Covid-19, menurut data Kementerian Kesehatan.

Dari pertengahan Juli hingga akhir Juli, gerakan LaporCovid melaporkan lebih dari 2.800 orang meninggal dunia, saat melakukan isolasi mandiri.

Masih pula banyak masyarakat yang enggan mencari pertolongan ke rumah sakit karena “trauma”.

Lebih kepada “trauma” karena mendapat kabar orang-orang yang kesulitan mencari RS, bahkan sampai sepuluh (20) RS baru dapat dilayani. Hal-hal ini banyak beredar di medsos.

“Mereka yang tidak punya sarana untuk membawa pasien ke sana-sini jadi berpikir, ‘mending di rumah saja dan diobati sendiri’. Ternyata ketika ada perburukan, kebingungan dan terlambat,” ujar Pria yang juga Ketua PC NU Kabupaten Malang ini.

Sejumlah daerah kini telah mencatat penurunan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR), maka pemerintah perlu mensosialisasikan dengan lebih baik hal itu ke masyarakat.

Pria alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini sependapat, dengan keputusan pemerintah untuk melanjutkan pembatasan karena menurutnya penurunan kasus Covid-19 belum signifikan.

Angka kasus Covid di Indonesia pernah menurun hingga 4,000, tapi per Senin (2/8/2021), angka Covid masih lima kali lipat diatasnya, yakni di angka 20.000.

Sementara, ‘angka reproduksi’ atau yang biasa di sebut R, masih bertengger di angka 1,2 hingga 1,5 menurut data pemerintah. Kasus Covid dianggap bisa dikendalikan jika R di bawah angkat 1.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus berupaya keras menekan angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Sebab dalam tiga pekan terakhir jumlah harian pasien meninggal karena terinfeksi virus Corona selalu diatas 1.000 kasus, bahkan pernah melampaui 2.000 orang.

Data sampai dengan Kamis (5/8/2021), total kematian akibat Corona sudah sebanyak 102.375 orang, sehingga Indonesia menjadi negara dengan korban meninggal karena Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara.

MANAJEMEN DATA DAN SOLUSI

Lebih dari setahun dalam kepungan pandemi, Indonesia memiliki angka kasus Covid-19 terbanyak dan tingkat kematian tertinggi di Asia Tenggara.

Di balik angka dan statistik tersebut, Indonesia masih berupaya untuk mengelola data Covid-19 yang bersumber lebih dari 10.000 fasilitas kesehatan, baik layanan primer dan RS ditambah beberapa rumah sakit darurat dan shelter Covid-19.

Laporan media terakhir mengungkap, bahwa kasus Covid-19 di Indonesia lebih banyak jumlahnya dibanding data resmi dari pemerintah. Laporan tersebut menunjukkan bahwa 15 persen orang Indonesia sudah terinfeksi Covid-19, lebih tinggi dari hanya 0.4 persen dari data yang ditunjukkan pemerintah.

Kompleksnya manajemen data Covid-19, Indonesia telah menyebabkan masalah tersebut. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan instruksi presiden untuk mengintegrasikan banyak sumber data, untuk meningkatkan kebijakan dan pengambilan keputusan.

Tapi regulasi ini masih kurang diimplementasikan. Untuk menghadapi suatu pandemi, pemerintah seharusnya mempersiapkan sebuah sistem yang ringkas dan jelas untuk mengatur arus data dari pemerintah daerah ke pusat.

Pemerintah seharusnya mengelola kembali jumlah besar data dari aplikasi manajemen data dan sistem informasi, untuk membuat mereka lebih efektif. Semua entri data dari pemerintah daerah harus sesuai dengan data Covid-19 nasional dan standar meta-data.

Artinya, data dari daerah dapat dikirim langsung dari aplikasi lokal yang saat ini digunakan ke aplikasi pusat, melalui integrasi data. Ini juga berarti sistem harus memfasilitasi komunikasi antara berbagai sistem dan layanan yang ada.

Dengan demikian instansi pusat dan instansi daerah, dapat dengan mudah mengakses dan berbagi data. Upaya Kemenkes fokus terhadap data valid jumlah kasus Covid-19 itu sudah bagus. Hal itu karena dengan data yang valid dan terverifikasi dengan benar, akan berpengaruh terhadap kebijakan yang tepat.

Pria yang juga senior KAHMI ini mengatakan, satu data yang terverifikasi antara daerah dan pusat harus benar-benar dilakukan yang sifatnya interpopabilitas. Karena sistem yang dipakai sekarang, beda-beda antara daerah dan pusat. Dengan sistem propabilitas, kalau semisal memasukan data Jateng maka dipusat akan langsung tampil.

Tidak hanya jumlah kasus Covid-19 yang masih amburadul, data keterisian rumah sakit pun masih menjadi salah satu problem.

Hal itu tidak lepas dari ketertiban faskes dalam melaporkan data. Sehingga bisa jadi, yang seharunya rumah sakit itu sudah kosong, namun karena ada keterlambatan input data, akhirnya dalam laporan rumah sakit masih penuh. Sekarang terkait ini sudah bisa dicek melalui aplikasi SINARAP.

“Kita harus solid dalam menangani persebaran Covid-19. Selama kita semua kompak pasti bisa. Semoga Nusantara sehat, ekonomi gampang. Amin YRA,” pungkas pria berjuluk dokter rakyat ini. (Had)

Share: