Ikuti Kami di Google News

Ibu muda penghobi mendaki gunung,
Eliza Zuraida Zen. (Had)

MALANG NEWS – Cerita sisi lain kehidupan wanita yang berisikan kisah tentang kekuatan, dan kegagahan yang dimilikinya sungguh menarik untuk disimak.

Emansipasi dan pandemi memang tak punya relasi khusus. Namun pastinya adanya pandemi memaksa orang untuk mentaati aturan pembatasan demi keselamatan bersama.

Hal ini menjadikan komunitas perempuan pendaki gunung, bersabar menunggu adanya semacam relaksasi aturan agar bisa traveling dan hiking kembali.

“Saya suka mendaki gunung karena adanya rasa kebersamaan ketika mendaki. Muncul kepuasan setelah mendapat summit. Bisa menikmati suasana yang menyenangkan serta pemandangan yang indah,” tegas Ibu muda penghobi mendaki gunung,
Eliza Zuraida Zen, Sabtu (31/7/2021).

Ia mengaku hobi mendaki gunung
sejak 2020. “Kali pertama mendaki Gunung Pundak di Mojokerto. Bersama suami, dan teman-teman komunitas (Sasuhpena) pada Oktober 2020,” terang perempuan yang menetap di Kabupaten Bojonegoro ini.

Selanjutnya ia menceritakan sekelumit tentang komunitas Sasuhpena. “Kami hanya kumpulan orang-orang yang suka menikmati alam. Mungkin belum bisa dikatakan komunitas. Siapapun adalah saudara kami sesama penikmat alam. Setiap bulan sekali kami ada jadwal untuk naik gunung, tapi saya terkadang tidak ikut. Maklum ibu-ibu. Adakalanya kegiatan rumah atau anak tidak dapat diganggu gugat,” urai perempuan alumnus STPDN tahun 2009 ini.

Ia mengatakan, memiliki beberapa perlengkapan dan peralatan untuk hiking. “Saya punya tenda, matras, matras angin, kompor, nesting, tas carier, sepatu mendaki, trekking pole, senter tenda, dan headlamp.

“Ya, itu sudah cukuplah untuk peralatan dan perlengkapan standar mendaki gunung,” ungkap perempuan yang sehari-harinya bekerja di Bagian Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Kasubag Kerjasama dan Otda ini.

Ia mengungkapkan, reaksi keluarga (suami dan anak) terhadap hobi ini. “Suami mendukung, soalnya hobbynya sama (traveling, hiking, fotografi). Orangtua kurang mendukung, karena kalau anak-anak pas gak diajak naik gunung beliau yang direpotin, dititipin anak-anak,” imbuhnya.

“Terakhir mendaki Juni 2021 di Rinjani. Setelah itu PPKM belum mendaki lagi. Rencana Agustus ke gunung Prau Jateng,” terangnya.

LANSIA PENDAKI GUNUNG

Berikutnya ia mengungkapkan tentang pengalaman paling mengesankan. “Pengalaman paling mengesankan yaitu waktu summit di Rinjani. Dengan trek yang bikin orang putus asa. Kami bertemu ibu-ibu satu kelompok dengan kami. Bisa dibilang nenek-nenek usia 64 tahun. Kami panggil Omi. Dia sanggup sampai puncak, bahkan menjadi semangat kami untuk tidak putus asa. Akhirnya kami semua bisa mencapai puncak semua dengan melihat Omi yang sudah jauh di depan kami. Benar-benar amazing,” imbuhnya.

Ia menjelaskan manfaat mendaki banyak sekali. “Manfaatnya lebih menghargai alam, mendapatkan banyak saudara. Jadi tidak mudah putus asa,” tuturnya.

Dikatakannya, untuk kendala cukup beragam. “Kalau ibu-ibu macam saya, pasti paling susah ninggalin anak, apalagi anak saya yang kecil masih belum sampai 2 tahun umurnya.
Selama ini kalau saya naik gunung, anak saya ajak naik gunung, atau dititipkan ke orangtua, tapi tetap ada ART (asisten rumah tangga) yang bantu jaga anak biar gak terlalu capek orangtua,” terangnya.

Bagi pembaca yang ingin bersilaturahim serta  mengetahui info lebih jauh, bisa berkunjung di Instagram (IG) @rida_zen dan IG @sasuhpena. (Had)

Share: