MALANG NEWS – Demi mewujudkan Kelurahan Pasar Belakang menjadi percontohan kampung wisata di Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara, Perkumpulan Hiduplah Indonesia Raya (HIDORA), melakukan food testing kuliner khas masyarakat Kota Sibolga yang akan dikembangkan sebagai salah satu potensi pariwisata andalan di Kota Sibolga, baru-baru ini.
Keunikan kuliner di Kota Sibolga tidak akan dijumpai di kota-kota atau kabupaten lainnya, karena kuliner masyarakat Sibolga merupakan perpaduan makanan khas dari berbagai suku di Kota Sibolga yaitu Batak Toba, Mandailing, Minang, Pesisir, Bugis, dan Jawa serta pengaruh dari India.
Kegiatan tersebut sejalan dengan program Wali Kota Sibolga, H. Jamaluddin Pohan, untuk mengembangkan sektor pariwisata di Kota Sibolga dengan tujuan sebagai pembangkit ekonomi daerah, serta bagi pemerintah menjadi sumber baru peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), dan meningkatkan ekonomi kesejahteraan masyarakat Kota Sibolga dengan memajukan mengembangkan produk-produk unggulan UMKM, bahkan juga menjadi sumber pendapatan devisa bagi negara.
Kegiatan food testing di rumah warga Kelurahan Pasar Belakang ini menghadirkan kuliner khas Sibolga, antara lain Panggang Geleng, Palai Bada, Ikan Marang, Bika Bakar, Gulai Hiu, serabi, dan durian lumut, yang diolah dan disajikan oleh warga setempat.
Kegiatan food testing ini juga dihadiri oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sibolga-Tapanuli Tengah, H. Abdul Rahman Sibuea, dan Lurah Pasar Belakang, Herlinda Tanjung, S.AP., MM, bersama Kepala Lingkungan Kelurahan Pasar Belakang. Setelah kegiatan food testing, acara dilanjutkan dengan pengambilan video testimoni kepada Ketua KADIN dan Lurah Pasar Belakang yang berisi tentang kesan seolah yang hadir pada kegiatan food testing sebagai tamu wisata dan harapan untuk kampung wisata Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga.
KAMPUNG WISATA
Kampung wisata yang akan dikembangkan di Kelurahan Pasar Belakang merupakan bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan amenitas, yang dikelola oleh masyarakat, atau yang dikenal dengan sebutan community based tourism.
Pengunjung akan beraktivitas wisata dengan daya tarik wisata berupa berbagai potensi alam dan budaya setempat, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan keseharian masyarakat lokal Kelurahan Pasar Belakang.
Pengembangan kampung wisata di Kelurahan Pasar Belakang merupakan upaya penting sebagai salah satu solusi terhadap beragam permasalahan yang ada di masyarakat, yang meliputi masalah lingkungan hidup, dan problem sosial-budaya serta ekonomi masyarakat.
Untuk merencanakan pengembangan pariwisata di Kelurahan Pasar Belakang, Wali Kota Sibolga menggandeng Perkumpulan Hiduplah Indonesia Raya (HIDORA), konsultan pariwisata dari Banyuwangi, Jawa Timur, yang telah banyak mengembangkan model pariwisata berbasis masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam berbagai program pengembangan pariwisata daerah,baik di Kota Sibolga maupun di kota atau kabupaten lainnya di Sumatera Utara, Perkumpulan HIDORA bekerjasama dan bersinergi dengan Komite Kerja Optimalisasi Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Desa/Kelurahan Sumatera Utara, sebuah kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, KADIN (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi Sumatera Utara, APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) Wilayah Sumatera Utara, dan Komite Advokasi Daerah (KAD) Anti Korupsi Sumatera Utara.
Gambaran konsep yang diusung di kampung wisata Pasar Belakang adalah pengembangan area jalan jalur akses warga berupa jembatan yang berada di atas air, termasuk Jembatan Lingkar Serasih (Jembatan Kuning), sebagai jalur wisata. Selain itu akan dikembangkan pula berbagai atraksi wisata dan aneka wisata kuliner khas pesisir Sibolga, yang akan dikelola oleh warga Kelurahan Pasar Belakang.
MAKAN BAJANANG
Proses food testing yang dilakukan Perkumpulan HIDORA di rumah Ajo Koto, warga Kelurahan Pasar Belakang, merupakan bentuk simulasi dari tradisi makan Bajanang, yaitu sebuah upacara makan bersama yang biasa dilakukan di acara-acara besar pada budaya adat pesisir, misalnya pada acara pernikahan. Janang adalah sebutan bagi penyaji makanan pada budaya adat pesisir Sibolga.
Pada prosesi makan Bajanang, akan menghidangkan makanan secara bertahap, mulai dari minuman, nasi, gulai, lauk, makanan pencuci mulut, dan diakhiri dengan sajian nasi tambah. Janang akan memulai menyajikan makanan kepada orang yang paling dihormati atau yang paling tinggi pangkatnya, dan dianggap mewakili raja, baru kemudian menyuguhkan sajian kepada tamu-tamu yang lain.
Filosofinya di masa lampau, makan Bajanang merupakan prosesi makan bersama raja-raja Sibolga. Budaya makan Bajanang ini juga dapat dikembangkan sebagai potensi atraksi wisata kuliner, berikut tradisinya, yang menjadi keunikan dan kekhasan di kampung wisata Pasar Belakang.
RAGAM APRESIASI
Adanya kegiatan ini memantik munculnya apresiasi dari berbagai pihak.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sibolga-Tapanuli Tengah, H. Abdul Rahman Sibuea:
Kota Sibolga sedang giat-giatnya membangun ekonomi kreatif melalui pariwisata. Pasar Belakang merupakan salah satu sumber kuliner khas pesisir Kota Sibolga. Sebagai contoh, di bulan puasa berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di Pasar Belakang biasanya menjadi penyedia utama jajanan dan takjil di Kota Sibolga. Maka dari itu, KADIN mendorong Pemerintah Kota Sibolga untuk mengangkat kuliner lokal menjadi potensi wisata, khususnya di Kelurahan Pasar Belakang.
Hal ini tentunya membutuhkan pelatihan dan pendampingan masyarakat, agar tercipta sumber daya manusia yang baik dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat lokal. KADIN pada periode yang akan datang, salah satu programnya sebagai bapak asuh atau bapak pendamping bagi pengembangan dan kemajuan UMKM di daerah.
Lurah Pasar Belakang, Herlinda Tanjung, S.AP., MM menyampaikan, bahwa Kelurahan Pasar Belakang masih melestarikan kuliner lokal khas Kota Sibolga.
“Bumbu yang dipakai untuk masakan khas ini berupa bumbu racikan yang resepnya didapatkan secara turun-menurun dari nenek moyang. Dengan perencanaan dan pengelolaan yang baik, Kelurahan Pasar Belakang sangat potensial dikembangkan sebagai ikon pariwisata Sibolga di tingkat nasional, karena memiliki potensi sumber daya alam yang baik serta kuliner khas,” kata Herlina, Selasa (6/7/2021).
Namun, lanjut Herlina, untuk itu perlu adanya pendampingan bagi masyarakat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi kebutuhan pengelolaan kegiatan pariwisata.
“Dengan adanya program pengembangan pariwisata di Kelurahan Pasar Belakang ini, diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat Sibolga, khususnya bagi warga di Kelurahan Pasar Belakang,” imbuh dia.
Ketua Perkumpulan HIDORA, Tri Andri Marjanto juga menyampaikan, bahwa Kota Sibolga kaya akan produk-produk wisata dengan berbasiskan kebudayaan, baik itu berupa produk kuliner, adat, tradisi, maupun kesenian tari dan musik, ditambah dengan keindahan alam yang masih natural yang terdiri dari perbukitan hingga laut dan pulau-pulau kecil yang tidak kalah indahnya dari daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara.
“Melalui konsep pariwisata yang terintegrasi, yang memiliki tujuan untuk melestarikan alam dan lingkungan hidup, mengkonservasi budaya, serta meningkatkan kualiltas dan kapabilitas sumber daya manusia, itulah visi besar yang nantinya akan menjadi daya saing pariwisata Kota Sibolga,” ujar Andri.
Ditambahkan Andri, tentu itu semua membutuhkan koneksi, kolaborasi, sinergi, dan integrasi dengan berbagai pihak.
“Yaitu Pemerintah Republik Indonesia (kementerian dan BUMN), pemerintah daerah provinsi, program yang tepat sasaran dari Pemerintah Kota Sibolga, dukungan dari akademisi dan stakeholders terkait,” tukasnya.
Wakil ketua Perkumpulan HIDORA, Bachtiar Djanan Machmoed juga menyampaikan, Pariwisata yang ada di Kota Sibolga harus berangkat dari budaya.
“Berdasarkan Exit Survey yang dilakukan Pemerintah RI kepada wisatawan mancanegara yang akan meninggalkan Indonesia setelah berwisata di nusantara, didapatkan data bahwa alasan wisatawan datang ke Indonesia adalah 60 persen karena budaya, 35 persen karena alam, dan 5 persen karena man made (buatan),” ungkap Bachtiar.
Dikatakan dia, bahwa sebenarnya desa dan kelurahan adalah source atau sumber utama dari kekayaan budaya yang ada negeri ini. Tapi, sebenarnya wisata desa atau wisata kampung bukanlah tujuan utama, hanya sebagai media atau alat.
“Tujuan program pengembangan wisata desa/kampung adalah untuk melestarikan budaya, melestarikan alam dan lingkungan hidup, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tandasnya. (Had)