Ikuti Kami di Google News

MALANG NEWS – Kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, salah satu sekolah ternama di Kota Batu mulai terkuak.

Tak jarang, diduga pelakunya bahkan orang terdekat korban sekalipun yang seharusnya memberikan perlindungan.

Terbongkarnya kasus itu berawal dari beberapa anak di sekolah tersebut yang mengalami tekanan psikis, hingga pada akhirnya mengadukannya ke Komisi Nasional Perlindungan Anak.

Kepada awak media, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, bahwa dari beberapa anak yang mengadukan itu, pihaknya langsung melakukan investigasi dan penelusuran lebih jauh untuk mengungkap kebenarannya.

“Dari hasil mengembangan yang kami lakukan, terdapat korban sebanyak 15 anak. Semuanya anak-anak itu memang merupakan peserta didik di Sekolah SPI Kota Batu, dan mereka (para korban-red) adalah perempuan yang berasal dari berbagai daerah,” kata Arist melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp, Sabtu (29/5/2021).

Di jelaskan Arist, bahwa di Sekolah SPI itu kasus kekerasan seksual tersebut berlangsung telah sejak lama.

“Berdasarkan laporan dan keterangan dari para korban, kekerasan seksual itu sejak tahun 2009 lalu hingga tahun 2020. Jadi, untuk totalnya ada 15 anak, dan yang kita dampingi untuk membuat laporan ke Polda Jatim tiga anak,” terang dia.

Menurutnya, para korban anak-anak dibawah umur yang bersekolah di SPI Kota Batu itu berasal dari luar Kota Batu.

“Diantaranya ada yang berasal dari Poso, Blitar, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Tengah dan Madiun,” ungkapnya.

Saat disinggung sejauh mana mengenai hasil laporan ke Polda Jatim, ditambahkan Arist, bahwa saat ini SPKT Polda Jatim telah menerima laporan tersebut.

“Saat ini kami masih menunggu perkembangan dari Polda Jatim, dan untuk yang dilaporkan adalah merupakan pemilik dari Sekolah SPI,” imbuh dia.

Di sekolah SPI itu, lanjut Arist, terdapat hotel, tempat bermain seperti outbound, dan sarana penunjang fasilitas lainnya.

“Jadi, itu bukan sekolah, melainkan sekolah yang dibungkus sekolah. Anak didik yang bersekolah di sekolah itu mereka juga dipekerjakan, bahkan tak jarang melebihi dari batas waktu jam kerja yang ditentukan. Ironisnya, kekerasan seksual tidak hanya dilakukan di sekolah itu, tapi melainkan juga sampai ke luar negeri ketika melakukan kunjungan,” bebernya.

Kekerasan seksual yang dialami dari beberapa anak didik yang bersekolah di SPI itu, masih kata Arist, bukan hanya secara oral saja.

“Tapi memang sudah mengarah ke penetrasi. Tentu saja ini merupakan kejahatan seksual yang sangat luar biasa sekali, mengingat korbannya adalah anak-anak. Maka dari itu, kami memutuskan untuk melaporkannya ke Polda Jatim, dan kami meminta untuk mengusut tuntas diungkap apa motif yang membalut niat pelakunya, hingga tega melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak,” pungkasnya.

Sementara itu, saat jurnalis ini bertandang ke sekolah yang dimaksud untuk sekadar melakukan konfirmasi, tidak dapat menemui Kepala Sekolah SPI, namun hanya bertemu Satpam yang menjaga sekolah tersebut.

“Kalau untuk kasus kekerasan seksual itu setahu saya tidak ada mas, saya malah tidak tau kalau ada kejadian itu,” tutur salah seorang Satpam yang belakangan diketahui bernama Rifai.

Hingga berita ini dilansir, media ini pun masih tengah melakukan upaya konfirmasi ke pihak Sekolah SPI tersebut. (Dian)

Share: