MALANG NEWS – Mahalnya ongkos politik dalam kontestasi politik baik Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah, menjadi hambatan utama bagi generasi muda untuk terjun dan terlibat aktif dalam politik praktis.
CEO Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah mendorong generasi muda untuk berjuang memangkas ongkos politik yangk mahal, saat terjun maupun ketika telah terpilih sebagai Legislator maupun Kepala Daerah.
“Mengapa demokrasi Indonesia berujung pada demokrasi yang mahal? Sebab, sampai hari ini belum ada undang-undang yang mengatur pendanaan politik, padahal ia semestinya adalah paket dari aturan yang harus dibuat dalam proses demokratisasi,” kata Eep dalam sebuah diskusi di Kota Malang, pada Jumat (28/5/2021) malam.
Menurut Eep, undang-undang pendanaan politik perlu dirancang agar biaya politik dapat ditekan. Sebab, hal itu menjadi jelas dan teratur bagaimana uang politik dikumpulkan, dibelanjakan dan diatur rambu-rambu serta larangannya sehingga transparan dan akuntabel.
“Persoalannya, politik praktis di Indonesia pada akhirnya memunculkan politisi yang tidak otentik alias khawatir ketiga regulasi pendanaan politik yang diatur, akan menjadi bumerang yang menjerat para politisi dan segenap pemodalnya,” ungkap dia.
Selain itu, Eep menegaskan, tidak harus menunggu UU Pendanaan Politik muncul baru anak muda harus terjun ke politik praktis. Sebab ongkos politik berdasarkan pengalaman Eep memenangkan banyak kandidat, bisa ditekan dengan kerja cerdas dan kerja yang lebih keras.
“Masalahnya para politisi kita tidak mu bekerja lebih keras, menempuh jalan yang sulit, maunya instan menggunakan politik uang. Nah jadi tugas anak muda ketika terjun ke politik untuk melawan politik uang dengan bekerja lebih cerdas dan keras,” bebernya.
Senada dengan Eep, Pakar Statistika Universitas Jember Dr. Alfian Futuhul Hadi menegaskan digitalisasi, big data hingga penggunaan berbagai metodologi statistik bisa banyak membantu politisi muda untuk menghindari money politics.
“Proses politik by data pada dasarnya akan sangat membantu politisi muda untuk biaa bekerja lebih efektif efisien, sehingga bisa menekan pembiayaan politik yang tinggi, termasuk politik uang,” tutur Dosen yang akrab disapa Gus Ucuk, putra dari almarhum KH. Abdul Muchit Muzadi.
Sementara itu, Reza Bakhtiar, seorang pegiat sosial kepemudaan yang telah terlibat dalam beberapa proses pemenangan Kepala Daerah menekankan, bahwa ongkos politik murah yang bebas dari politik uang tidak mustahil untuk dilakukan.
“Kita bisa tekan ongkos politik dan hapus politik uang kalau mau. Namun persoalannya tidak banyak orang mau menempuh jalan yang susah. Nah, anak muda jangan sampai begitu sebab orientasi kita adalah perbaikan bukan malah terjebak dalam lingkaran setan,” tandas Reza. (Mad)