Ikuti Kami di Google News

MALANG NEWS – Pernyataan Menko Maritim dan Investasi RI Luhut Binsar Panjaitan, mengajak ASN di Kemenko Marves dan tujuh kementerian dibawahnya untuk bekerja dari Bali yang dikenal dengan Work From Bali (WFB), mengundang banyak kontroversi di kalangan masyarakat.

Pakar Manajemen Isu dan Krisis Universitas Brawijaya (UB) Malang, Maulina Pia Wulandari, Ph.D mengatakan, bahwa kebijakan itu merupakan simbol “desperation” atau keputusasaan.

“Kebijakan itu adalah simbol keputusasaan pemerintah dalam mengatasi Covid-19, dalam sektor pariwisata. Pemerintah sudah kehilangan strategi untuk mengatasi masalah Covid-19 di bidang pariwisata, terutama di provinsi Bali yang memang menjadi tujuan wisata utama Indonesia,” terang Maulina Pia Wulandari, Ph.D, Sabtu (22/5/2021).

“Pemerintah panik dengan angka minus pertumbuhan ekonomi, Luhut mengambil mengambil strategi mudah dengan melihat masih rendahnya penyerapan anggaran dana perjalanan dinas dalam negeri ASN  di kementrian yang sudah terlanjur dianggarkan 2 tahun yang lalu,” urai perempuan alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.

“Mengajak ASN untuk berkerja bukanlah sebuah formula yang tepat untuk mengatasi krisis di Bali. Formula itu hanya memberikan impact kepada industri pariwisata bukan kepada masyarakat Bali secara keseluruhan. Bali itu environtment dan vibe nya itu untuk berwisata bukan untuk bekerja,” paparnya.

“Normalnya, orang Jakarta kalau udah ke Bali bawaannya ya mau liburan, jarang sekali yang mau bekerja. Jadi tidak bisa dibayangkan format bekerjanya bagaimana kalau ASN pindah kerja di Bali dengan menginap dan makan di hotel paling tidak bintang 4-5,” jelasnya.

“Kemudian, mau bekerja berapa lama? Kalau 1 – 2 minggu itu sih namanya liburan yang dibungkus dengan program kerja. Perjalanan dinas dalam negeri ASN biasanya maksimum 2 minggu. Belum lagi tambahan anggaran uang harian ASN selama di Bali, akan menggoda para ASN untuk menghabiskan waktu shopping dan jalan-jalan daripada kerja. Apa ini dianggap wajar?,” tandasnya.

“Meskipun pihak pemerintah mengatakan kebijakan ini telah direncanakan dengan matang, Pia menganggap bahwa pemerintah lagi-lagi tidak punya sense of crisis yang konsisten sejak awal pandemi. Kebijakannya selalu mengambang, tidak tegas, dan seringkali menimbulkan masalah baru,” ungkapnya.

TIDAK SENSI DENGAN KRISIS

“Kebijakan bedhol deso ke Bali ini tidak mencerminkan rasa keprihatinan dan penghematan anggaran yang harusnya dilakukan oleh pemerintah. Bekerja sambil liburan itu bukan spirit kerja ASN,” tutur Pia.

“Kalau memang anggaran di kementerian masih banyak, ya seharusnya dikembalikan saja ke negara supaya alokasi bantuan pemerintah ke masyarakat untuk menstimulasi ekonomi bisa ditambah bukan malah dipakai untuk mengajak kerja sambil liburan para ASN di kementrian. Sekali lagi ini simbol ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola anggaran di kementrian,” terangnya.

“Kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan himbauan Presiden melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melakukan penghematan di semua anggaran program kerja instansi pemerintah akan membuat rakyat semakin tidak percaya pada pemerintahan Jokowi bahkan kepada Presiden Jokowi. Apalagi Luhut dianggap sebagai orang terdekat Luhut yang masukannya sering diakomodir oleh Presiden Jokowi,” imbuhnya.

“Kalau rakyat makin tidak percaya, rakyat makin susah diatur, rakyat akan semakin tidak patuh pada pemerintah. Dan ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mengatasi pandemi Covid-19,” tukasnya.

“Saya masih konsisten bahwa kunci mengatasi krisis ini adalah kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dan pemerintah yang tinggi. Dan ini bisa terwujud kalau pemerintah bisa dipercaya oleh masyarakat dengan membuat dan menjalankan aturan-aturan yang jelas dan tegas,” sambungnya.

“Selama pemerintah ada yang bersikap kurang sensitif dan tanggap terhadap situasi  krisis yang dihadapi, maka jangan harapkan pemerintah mendapatkan kepercayaan dari rakyat yang dampaknya pada rendahnya tingkat kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat dalam mengatasi pandemi Covid-19,” pungkasnya. (Had)

Share: