Sekilas informasi, Azizi, SH., adalah bapak empat anak, sang Ketua Kelompok Tani Cinta Mangrove Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara, yang telah hampir 20 tahun berkecimpung di upaya pelestarian kawasan pesisir dengan menanam Mangrove, bersama kelompoknya.
Aksi menanam Mangrove saat itu sangat tidak populer dan dianggap aneh, oleh sebagian besar masyarakat. Namun anggapan-anggapan miring itu diabaikan oleh Azizi dan kawan-kawan, mereka tetap melakukan aktivitas pembibitan dan penanaman Mangrove.
Ini semua dilakukan mereka karena keprihatinan terhadap kondisi kawasan pesisir, di mana banyak terjadi abrasi pantai, masyarakat mengalami kesulitan dalam mencari ikan maupun kepiting akibat Mangrove yang minim dan rusak, serta adanya kerusakan terumbu karang akibat penggunaan alat tangkap perikanan yang tidak ramah lingkungan.
Dihujani Simpati
Upaya yang dilakukan Azizi dihujani simpati-apresiasi dari berbagai pihak.
Ir. H. Zahir, M.Ap, Bupati Batu Bara mengatakan :
“Dulu Pantai Sejarah ini termasuk pantai yang sangat indah. Untuk itu saya berusaha untuk menjadikan Pantai Sejarah ini sebagai destinasi wisata yang bisa kembali menarik, dengan berbagai pembangunan dan melestarikan hutan Mangrove. Tentunya untuk mencapai keberhasilan ini, mari kita bekerja sama dan saling mendukung antara masyarakat dan pemerintah Kabupaten Batu Bara,” tuturnya, Senin (19/4/2021).
Drs. Safri Musa, MM Kepala Dinas Kepemudaan Olah Raga dan Pariwisata Kabupaten Batu Bara menuturkan, bahwa pantai sejarah memiliki potensi wisata alam, potensi wisata sejarah, dan wisata konservasi lingkungan hidup.
“Dalam mengembangkan destinasi pariwisata, aspek lingkungan hidup, budaya, sosial, dan ekonomi, menjadi unsur utama pembangunan kepariwisataan,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, Pemerintah Kabupaten Batu Bara berusaha semaksimal mungkin untuk memfasilitasi gerakan-gerakan positif yang bersumber dari masyarakat.
“Dan kami juga berupaya untuk menjembatani bagaimana gerakan masyarakat, program pemerintah kabupaten, dapat bersinergi dan didukung oleh berbagai pihak yang berkompeten,” paparnya.
Bachtiar Djanan, Wakil Ketua Perkumpulan HIDORA, Konsultan perencanaan pengembangan pariwisata dan pemberdayaan masyarakat, dari Banyuwangi, Jawa Timur juga mengatakan, pergerakan Azizi dan Kelompok Tani Cinta Mangrove selama hampir 20 tahun, adalah contoh luar biasa dalam hal inisiatif dan upaya masyarakat melestarikan lingkungan hidup.
“Sudah selayaknya pemerintah pusat mengapresiasi perjuangan Pak Azizi. Saya rasa penghargaan Kalpataru sangat layak diberikan kepada Pak Azizi, atas keberhasilannya membuat perubahan besar dalam menyelamatkan lingkungan dengan menanam mangrove di kawasan pesisir Batu Bara seluas lebih dari 450 hektar, meningkatkan kesejahteraan warga, dan memberi solusi kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahan moral dan problem sosial,” terangnya.
Sri Shindi Indira, ST., MSc., Dosen Arsitektur Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) Medan, Lulusan S-2 Wageningen University Belanda, Direktur Beranda Warisan Sumatera mengatakan hal senada.
“Pengembangan wisata Mangrove, jika memang berangkatnya dari spirit grassroot untuk melestarikan kawasan pesisir tentu akan bisa bertumbuh secara sustainable,” tukas dia.
Menurutnya, saat ini tinggal bagaimana dalam rencana pengembangan ke depan, penataan kawasan dan fungsi-fungsinya bisa didesain selaras dengan segmen pasar yang dibidik, dengan mengedepankan prinsip bahwa wisata.
“Mangrove semestinya dikembangkan dalam konsep dan pola wisata edukasi, bukan sekedar lokasi wisata untuk selfie.
Bagaimana saat pengunjung datang ke destinasi wisata, ketika mereka pulang mereka mendapat ilmu baru dan terinspirasi oleh spirit pelestarian alam yang dibangun oleh Pak Azizi dan tim,” tandasnya. (Had)
MALANG NEWS – Perjuangan dan jibaku Azizi selama 20 tahun menghijaukan tanah pesisir seluas 456 ha di Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara, dengan tanaman Mangrove dihujani simpati dan banjir apresiasi.