Ikuti Kami di Google News

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UB Malang, Rachmat Kriyantono, PhD
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UB Malang, Rachmat Kriyantono, PhD. (Had)
MALANG NEWS – Adanya postingan nyinyir dari akun Ali Sahab Ali Sahab di FB yang viral karena nyinyir terkait gempa bumi Malang, memantik sorotan kritis dari akademisi Universitas Brawijaya (UB) Malang


“Kita sekarang hidup di era medsos. Maka, ada beberapa catatan penting terkait kasus postingan nyinyir tersebut. Yang pertama, Desentralisasi pesan yang bertemu dengan demokrasi yang bebas ini. Semua orang bisa bikin informasi, bisa komen, bisa nulis sendiri secara bebas. Di era Orba, misalnya, orang tergantung pada informasi yang disediakan pemerintah dan media massa serta tidak bebas bicara atau menulis,” terang Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UB Malang, Rachmat Kriyantono, PhD, Selasa (13/4/2021).

Seperti diketahui, ada saja ulah netizen yang kurang baik kelakuannya. Salah satu postingan yang bernada nyinyir seperti dilakukan oleh akun Ali Sahal Ali Sahal di Facebook Terkait gempa Malang.

Ali Sahal Ali Sahal: “Aku baik-baik saja. Astagfirullahaladzim. Jawa Timur banyak dosakah orang-orang nya”. Spontan postingan nyinyir tersebut memicu tanggapan dari puluhan warganet lainnya.

Batas Ruang Publik dan Privat

Rachmat menuturkan, tidak ada batas yang jelas antara ruang publik dan privat.

“Termasuk, sulit membedakan ketabuan sosial, yakni mana yang tabu dan tidak. Karena kemampuan medsos dalam memviralkan dan menggandakan pesan dengan cepat dan tanpa batas. Seakan-akan, sesuatu yang privat berubah menjadi sesuatu yang layak dikonsumsi publik. Akibat medsos yang memadukan komunikasi massa dan interpersonal dalam satu screen,” terang pria Alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.

Ia menjelaskan, human being kehilangan sifat humanis karena komunikasi banyak dilakukan secara virtual.

“Human being kehilangan sifat humanis karena komunikasi banyak dilakukan secara virtual. Emphati sosial tereduksi. Rasa cinta, menghormati orang tereduksi. Termasuk membuat orang tidak bisa bedakan mana untuk privat dan publik. Medsos yang bebas seperti wadah yang semua isi tersedia, pakar dan awampun bisa bebas menulis,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, menulis secara publik yang bersifat menjudge sebuah bencana perlu bijak.

“Menulis secara publik yang bersifat menjudge sebuah bencana perlu bijak. Tulisan netizen tersebut memang berisi pertanyaan, tapi makna pertanyaannya mengandung upaya mengaitkan bencana alam dan banyaknya dosa. Selain pemahaman agama yang masih kurang, sifat empati sosialnya juga kurang,” pungkasnya. (Had)

Share: