Ikuti Kami di Google News

Pengamat Terorisme Universitas Brawijaya Malang Yusli Effendi, S.IP., M.A.
Pengamat Terorisme Universitas Brawijaya Malang Yusli Effendi, S.IP., M.A. (Had)
MALANG NEWS – Dari tragedi Bom bunuh diri Makassar terlihat adanya kecenderungan baru aksi terorisme di Indonesia. Yakni adanya gejala reproduksi dan adaptasi dari kelompok baru teroris, sel baru (neo) alias pecahan dari sel yang sebelumnya (induk).


Setidaknya itulah gambaran pengamatan dan analisis dari Pengamat Terorisme Universitas Brawijaya Malang Yusli Effendi, S.IP., M.A.

“Saya melihat adanya kecenderungan baru aksi terorisme di Indonesia. Yakni adanya gejala reproduksi dan adaptasi dari kelompok baru teroris, sel baru (neo) alias pecahan dari sel yang sebelumnya (induk),” tegas Yusli Effendi, Kamis (1/4/2021).

Seperti diketahui, selain memicu kutukan dan kecaman dari jutaan warga dunia, tragedi extra ordinary crime suicide bombing di Makassar, memunculkan beragam analisis menarik dari sejumlah pakar.

Muncul juga kecenderungan baru pelaku terorisme, siasat baru pendanaan karena terimbas pandemi, dan perbedaan doktrin dalam kelompok teroris.

Pelaku diduga Neo-JAD

Ia menuturkan, mencermati pola dan target serangan, pelaku, perilaku, serta skala kerusakan, bom Katedral Makassar yang dilakukan oleh Lukman dan istrinya Yogi Sahfitri Fortuna alias Dewi lebih cenderung dilakukan oleh sel jaringan Jamaah Anshorud Daulah (JAD) atau Neo-JAD.

JAD yang berbaiat ke ISIS dan berjejaring dengan Kelompok Abu Sayyaf di Filipina memiliki pola serangan yang sporadis, menyerang simbol agama yang berbeda atau dianggap liyan, serta ledakan tak berskala masif, menyasar publisitas, serta melibatkan keluarga atau perempuan.

Perilaku pelaku pria (Lukman) yang pemarah dan melarang ibu kandungnya dengan keras melakukan barzanji sebagai ritual keagamaan tradisional juga pemilihan waktu menjelang Ramadan juga memperkuat dugaan ini.

Yusli menyebut, JAD yang berafiliasi ke ISIS menaati Doktrin ISIS yang meyakini jihad merupakan urusan keluarga sehingga selain pria dewasa sebagai ‘singa’ atau kombatan, perempuan bisa ikut terlibat sebagai ‘singa betina’ atau anak sebagai ‘singa muda’.

Menurut Yusli, hal ini berbeda dengan JI yang berafiliasi ke Al Qaeda yang menekankan jihad ofensif ke musuh jauh (far enemy) seperti AS atau ‘orang asing kafir’. “JAD dan ISIS menyasar musuh dekat (near enemy). Musuh bagi mereka dimaknai sebagai orang Islam yang dikafirkan karena tak seideologi (takfiri) selain ‘orang kafir berbeda agama’ di negara yang sama,” terang pria alumnus Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga ini.

Ia menjelaskan, temuan-temuan bom Makassar masih dalam proses pengembangan, sehingga belum bisa dipastikan relasinya dengan agenda pilpres 2024.

“Tapi inti dari serangan teror ialah menyulut ketakutan massa, histeria publik, dan memicu instabilitas sosial-politik,” urainya.

Pendanaan Internal

Pandemi menyulitkan pendanaan JAD, tapi mereka kini menggencarkan penggalangan dana dari internal mereka, atau keluarga mujahidin pro-ISIS melalui Telegram atau lembaga pengumpul zakat atau baitul mal milik JAD.

Aparat kini menangkap empat terduga teroris lain, yang terlibat dalam komunitas pengajian yang sama dengan pasutri pelaku bom Katedral di Villa Mutiara.

Menurut Polri keempatnya juga melakukan baiat ke FPI. “JAD memiliki pola rekrutmen yang acak dan longgar. Siapa saja bisa bergabung asal bersedia melakukan jihad dalam artian kekerasan fisik. Berbeda dengan jalan sebagai komunitas terorganisasi (tanzim) yang ketat, dan tak bisa sembarang orang masuk atau direkrut. Keanggotaan JAD yang longgar memungkinkan simpatisan atau jamaahnya memiliki loyalitas ganda dengan organisasi lain,” pungkas Yusli. (Had)

Share: