Ikuti Kami di Google News

Kondisi
Kondisi Pohon jenis Karet Merah di parkiran B1 Jawa Timur Park 1, usai ditebang. (Foto: Eko Sabdianto/malangNEWS).
MALANG NEWS – Soal viralnya pohon yang ditebang jenis karet merah yang berada di lokasi parkiran B1 Jawa Timur Park 1, Jalan Kartika, No.2, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu menuai kritikan dari berbagai pihak.


Salah satunya dari Ketua NGO (Non Gaverment Organization), YUA (Yayasan Ujung Aspal) Jawa Timur yang diketuai Alex Yudawan, SH. Dirinya berpendapat, bahwasanya tugas negara adalah melaksanakan peraturan perundang undangan untuk menegakkan ketertiban.

“Soal penebangan pohon di Jatim Park 1 itu, terus terang kami amat sangat menyayangkan sekali. Kalau memang di potong karena berpotensi membahayakan pengguna jalan yang melintas maupun wisatawan yang berkunjung, maka yang dipotong harus ranting, atau dahan bukan 50 persen dari pohon tersebut. Terkecuali, pohon itu mau roboh yang berpotensi mencelakaan orang,” kata Alex sapaan akrabnya, Kamis (18/3/2021) kepada wartawan.

Maka dari itu, dirinya mengirimkan surat kepada dinas terkait, Walhi Jawa Timur dan aktivis lingkungan, serta pemerhati lingkungan, agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi di Kota Batu.

“Ya, tujuan kami berkirim surat kepada para pihak terkait atas permasalahan penebangan pohon di Jatim Park 1 itu, agar segera mengklarifikasi dan menindaklanjuti,” tegas dia.

Menurutnya, Negara juga bertugas untuk memberi jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

“Seperti di Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan, bahwa negara Indonesia ialah negara hukum. Artinya, setiap warga negara maupun penyelenggara negara harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku,” jelasnya.

Dia tegaskan kembali, bahwa hukum yang pada mulanya diharapkan menjadi tiang penyangga dan alat untuk membangun kehidupan dengan memberikan rasa keadilan dan kepastian, didalam kehidupan masyarakat, saat ini masih dirasakan tumpul dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum yang terjadi.

“Bahkan sangat terlihat lemah, dan tidak mewujudkan kinerjanya yang efektif dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah jaminan kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang, untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem,” terang dia.

Selain itu, lanjut Alex, masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

“Pada ayat 2 menyebutkan, salah satunya pengawasan sosial, memberi saran, pendapat, usul, atau penyampaian informasi dan/atau laporan,” paparnya.

Alasannya, masih kata Alex, atas larangan terhadap lingkungan hidup juga harus ditaati secara bersama dan tanpa terkecuali, yakni sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 Undang Undang PLH.

“Yaitu, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dan telah diatur dalam ketentuan pidana dalam Undang Undang PLH yang merupakan Lex Spesialis terhadap urusan di bidang lingkungan hidup, dan menjadi dasar dalam penegakan hukum pidana terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan hidup,” beber dia.

Kendati demikian, Alex menjelaskan kembali, “Equality Before The Law” pasal 27 ayat 1 (UUD 1945), menegaskan, bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum, artinya mengandung makna perlindungan sama didepan hukum.

“Pada pasal 41 ayat 1 ‘barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah),” pungkasnya dengan tegas.

Pewarta: Eko Sabdianto
Editor: Andi Rachmanto
Publisher: Edius

Share: