Ikuti Kami di Google News

Kuasa Hukum puluhan warga Dusun Sumbersari Junggo, Desa Tulungrejo, Kayat Hariyanto, S.H., M.H di kantornya, usai menghadiri Persidangan Mediasi di Pengadilan Negeri Malang
Kuasa Hukum puluhan warga Dusun Sumbersari Junggo, Desa Tulungrejo, Kayat Hariyanto, S.H., M.H, saat tengah diwawancarai awak media usai menghadiri Persidangan Mediasi di Pengadilan Negeri Malang. (Foto: Eko Sabdianto/malangNEWS).
MALANG NEWS – Sengketa tanah yang terjadi di Dusun Sumbersari Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu tidak terlepas dari sejarah tanah. Pasalnya, warga setempat mengaku menguasai, mengelola, merawat, serta membayar pajak tidak terlepas dari sejarah tanah itu sendiri.


Seperti yang di sampaikan oleh Kuasa Hukum puluhan warga Dusun Sumbersari Junggo, Desa Tulungrejo, Kayat Hariyanto, S.H., M.H di kantornya, usai menghadiri Persidangan Mediasi di Pengadilan Negeri Malang, pada Kamis (4/3/2021).

Menurutnya, masyarakat Dusun Sumbersari Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu ini bukan tanpa sebab menguasai, mengelola, merawat dan membayar pajak, mereka punya alasan mengapa tanah yang terbengkelai puluhan tahun itu dikuasainya.

“Jadi, tanah tersebut dulunya merupakan tanah bekas hak Erfpacht seluas kurang lebih 13.000 meter sekian, atas nama warga negara asing karena masih jaman belanda. Lalu kurang lebih tahun 1953, tanah tersebut diberikan kepada Desa setempat, mengingat situasi dan kondisi saat itu, sehingga pemilik tidak lagi menguasai dan sudah meninggalkan Indonesia,” terang Kayat kepada awak media.

Sejak itulah, lanjut Kayat, tanah tersebut dikelola oleh desa dan warga masyarakat sekitar, masih ada saksi-saksi warga masyarakat yang sudah berumur serta cerita dari kakek nenek mereka, bahwa lahan itu sejak dulu dikelola desa dan warga.

Itu diketahuinya, berdasarkan cerita warga setempat, bahwa pada Zaman Orde Baru, tanah-tanah tersebut dibagi-bagi oleh Pemerintah kepada Pejabat-Pejabat seperti Oknum Gubernur Jawa Timur, Oknum Kepala Agraria, Oknum Panglima Kodam, serta Oknum Pejabat Parlemen masa itu.

“Yang jadi pertanyaan, jadi bagaimana bisa tanah bekas hak Erfpacht yang telah dikuasai oleh desa dan masyarakat sekitar, dengan tangan besinya Pemerintah diduga telah menyalagunakan wewenangnya dengan membagi-bagi tanah bekas hak Erfpacht tersebut, kepada oknum-oknum pejabat Pemerintah dan Politisi, hal itu terang-terangan sudah menyakiti rasa keadilan,” tegas dia.

Dengan seiring berlalunya waktu, masih kata Kayat, para oknum pejabat-pejabat itu sadar dan memberikan kembali tanah-tanah yang diperolehnya dengan mengesampingkan keadilan tersebut kepada desa setempat, dan alhasil tanah tersebut telah kembali kepada desa dan dikelola warga.

“Namun, yang aneh ada oknum pejabat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak mengembalikan kepada desa setempat, seperti oknum pejabat lainya melainkan memberikan kuasa mutlak kepada suami istri atas nama Anhar yang saat itu menjadi Advokat dan Istrinya yang bernama dokter Widya, untuk dijual,” ungkapnya.

Jual beli itu, masih menurut Kayat, juga dirasa sangat aneh dan janggal ketika tanah bekas hak Erfpacht perkebunan zaman belanda itu beralih (jual beli) dari penerima kuasa, yaitu Anhar dan Widya kepada Widya sendiri.

“Itupun dugaan kami, hanya sebagai syarat saja bahkan diduga tidak benar, mengapa demikian?,” tanya Kayat dengan heran.

Meski begitu, papar Kayat, karena tidak ada satu saksipun yang melihat bahwa tanah tersebut dikuasai, dikelola, dirawat, dibayar pajaknya oleh dokter Widya.

“Sehingga masyarakat atau warga sekitar tetap menguasai lahan tersebut, hingga saat ini tanah sudah dipetak-petak menjadi tempat tinggal,” beber dia.

Kayat juga menguraikan, jika mereka, mengklaim bahwa sebagai bukti klaimnya benar dengan menunjukkan Villa dilokasi lahan itu silahkan dibuktikan, siapapun boleh mendalilkan, dan benar seperti pendapat rekan kami Nuryanto, S.H., M.H.

“Dengan demikian, maka tidak kami perbolehkan tanah tersebut diperjualbelikan sampai benar-benar hukum telah memutuskan tentang status tanah dimaksud,” pungkas Kayat mantan LSM Kota Batu ini.

Pewarta: Eko Sabdianto
Editor: Andi Rachmanto
Publisher: Edius

Share: