Ikuti Kami di Google News

Salah satu narasumber, wartawan senior di Malang Raya, Yunanto, memaparkan perihal pornografi dari perspektif Publisistik Praktika, yaitu Jurnalistik.
Salah satu narasumber, wartawan senior di Malang Raya, Yunanto, saat tengah memaparkan perihal pornografi dari perspektif Publisistik Praktika, yaitu Jurnalistik. (Foto: Eko Sabdianto/malangNEWS).
MALANG NEWS – Ikatan Wartawan Online (IWO) Malang Raya, menggelar “Focus Group Discussion” (FGD) dengan mengusung tema “Batu Fight Pornography”.

Acara itu berlangsung di komplek ruko Deduwa, Jalan Diponegoro, No.74, Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu, Senin (8/2/2021) siang hingga sore.


Narasumber berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari akademisi (pakar hukum), psikolog, advokat, aktivis perempuan, dan wartawan senior.

Di ujung akhir diskusi tersebut, Kasi Intel Kejari Kota Batu, Edi Utomo, SH, MH, didaulat membacakan deklarasi bertajuk anti-pornigrafi. Deklarasi itu dimaksudkan untuk mengajak semua elemen anak bangsa “memerangi” pornografi yang berpotensi merusak akhlak generasi muda Indonesia.

Jari-jarimu, Harimaumu

Salah satu narasumber, wartawan senior di Malang Raya, Yunanto, memaparkan perihal pornografi dari perspektif Publisistik Praktika, yaitu Jurnalistik.

Penasihat PWI Malang Raya periode 2021-2024 itu mengawali dengan mengutip peribahasa yang terkait dengan pornografi. Dahulu, sebelum reformasi, peribahasanya “Mulutmu, harimaumu”.

Setelah reformasi, pemerintah bersama DPR RI banyak melahirkan hukum positif, undang-undang. Bahkan banyak lahir undang-undang khusus yang mengesampingan undang-undang umum. Dalam kontek pornografi di dunia maya (cyber), ada UU No. 11/Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No. 19/ Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kemudian lahir lagi UU No. 44/ Tahun 2008 tentang Pornografi.

“Maka peribahasa ‘Mulutmu, harimaumu’ tidak relevan lagi sekarang. Peribahasa itu berubah menjadi ‘Jari-jari tanganmu, harimaumu’,” tandas wartawan Harian Sore “Surabaya Post” 1982-2002 itu.

Itulah sebabnya, lanjut Yunanto, wartawan wajib “melek” (memahami) hukum. Bila “melek” hukum, wartawan menjadi tahu bahwa pornografi di grup WA itu menabrak Pasal 27, ayat (1), UU ITE. Sanksinya, “meledak” di Pasal 45, ayat (1), UU ITE. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Sanksi pidana di UU Pornografi ada di Pasal 29. Malah lebih berat maksimalnya. Pidana penjara 12 tahun dan/atau denda Rp 6 miliar.

Harus Dikawal

Perkara pornografi di grup WA yang dibentuk oleh institusi “plat merah” di Kota Batu, juga disorot wartawan senior tersebut. Ia meyakinkan, perkara pornografi yang kini sedang ditangani Polres Kota Batu itu bukan delik pers. Sehingga tidak pada tempatnya “berkiblat” pada MoU Kapolri dengan Dewan Pers. Pasalnya, grup WA itu memang bukan institusi pers.

Akademisi yang juga advokat, Dr. Solehoddin, SH, MH, juga mengingatkan pentingnya “pengawalan” terhadap proses penanganan perkara pidana oleh penyidik di Mapolres Kota Batu.

“Harus dikawal, dalam arti prosesnya diikuti secara cermat dan saksama. Siapa yang mengawal? Ya wartawan sendiri. Wartawanlah yang memiliki kemampuan hebat membentuk dan membangun opini publik,” tandas pakar hukum yang juga Lektor Universitas Widyagama Malang itu.

Pewarta: Eko Sabdianto
Editor: Andi Rachmanto
Publisher: Edius

Share: