

Ratusan juta rakyat Indonesia dan sejumlah kalangan tokoh memberikan apresiasi, terhadap kiprah mengharumkan perjuangan NU mengiringi Milad ke-95.
“Kalau menilik perjalanan panjang dari ormas Islam terbesar di Indonesia NU, seperti melihat film kolosal yang begitu epik. Ini dicerminkan dengan partisipasi dalam menata dan membangun negeri ini menjadi lebih Indonesia,” tandas Pakar Pemberdayaan Masyarakat, Pietra Widiadi, Selasa (2/2/2021).
Pria alumnus Universitas Airlangga ini menceritakan, ia sejak remaja sudah dekat dengan Gus Dur. “Sejak masih remaja, aku disuguhi gojekannya, pak Wisma (mantan Ketua Majelis Agung Gereja Kristen ing Jawi Wetan) dengan Gus Dur, pada masa menjadi Ketua PBNU,” terang Pietra Widiadi.
Pietra mengungkapkan, kedekatan tersebut menjadikan sebuah sinergi yang baik. “Pertama kali saya sempat berpapasan dengan Gus Dur, pada saat di Balewiyoto. Entah tahun berapa itu, tetapi itu masa aku sudah masa mahasiswa,” tutur pria yang juga founder Dial Foundation pemilik brand Pendopo Kembangkopi Wagir Kabupaten Malang.
Perkawanan ini membawa pada sebuah kedekatan sebagai anak bangsa, bukan semata-mata sebagai orang yang menjadi salah satu atau salah dua organisasi masyarakat keagamaan di Indonesia.
Lalu, keeratan berkawan dengan teman-teman yang memiliki latarbelakang NU juga tidak dibatas-batasin. “Pada saat mahasiswa, kedekatan itu membaku melakukan pendampingan warga masyarakat di Blangguan, warga yang 100 persen NU dan Madura, dan aku Kristen dan Jawa, gak nyambung dalam berkomunikasi,” terang Pietra.
Pietra menceritakan, relasi yang terbangun semakin hangat dan erat. “Tidak ada rasa risi dan meski dipanggil, agamamu agama palang ya Fit, dan aku paham itu ndak bermaksud mengejek tetapi meminta penjelasan. Dari sana kemudian pendampingan dan pelatihan berorganisasi dan pemahaman kebijakan pertanahan, bisa dilakukan di Seminari di Pacet,” papar Pietra.
Kesamaan Visi Penguatan
Pietra mengatakan, perjalanan mengIndonesiakan dilakukan berdasar kesamaan visi penguatan. “Disini saya ingin mengatakan bahwa di hari ulang tahun NU ke 95 ini perjalanan panjang mengIndonesia, dilakukan bukan karena dikotak-kotak oleh organisasi tetapi dikembangkan berdasarkan kesamaan dalam melakukan penguatan pada masyarakat yang terpinggirkan. Ini kepentingan bersama yang menjadi pengikat,” tegas Pietra.
Ia menguraikan, tidak ada rasa, jengah atau segan karena dalam pergaulan ini yang dilihat adalah nilai perkawanan itu. Pergaulan dengan teman-teman PMII di Sidoarja, bekerja bareng dengan teman-teman Lakpesdam di Lamongan.
Bahkan menjadi fasilitator di pelatihan Analisa Sosial di teman-teman Fatayat atau Muslimat di Jalan Darmo, di Surabaya, adalah hal yang biasa.
“Ini adalah gegap gempita berbangsa, membangun negeri dari identitas diri yang berbeda tetapi diberi makna kesamaan sebagai insan yang sama di negeri yang indah nan majemuk ini,” imbuh Pietra.
Menurut Pietra keteladanan berbagi adalah bentuk hakiki penguatan negeri.
“Jadi perbedaan adalah miliki setiap insan di negeri ini, tetapi keteladanan dalam berbagi dan berkarya bersama adalah bentuk yang lebih hakiki dalam melakukan penguatan negeri,” ungkap Pietra.
Pemberdayaan Ekonomi Pandemi
Menurut Pietra, pada masa pandemi ini, dengan teman-teman LDNU di Kabupaten Malang dengan mendorong adanya saling jual beli dan berbagi lewan media sosial, untuk memasarkan barang dagangan dan hasil produksi dari teman-teman NU ke jaringan yang lebih luas dengan nama KOMPOR DESA (Komunitas Pasar online Rakya Desa). adalah pengalaman yang menggairahkan.
“Saya menjadi salah satu narasumber dalam berjaring ini untuk berbagi pengalaman dan cara memasarakan produk melalui media sosial,” papar
pria yang juga aktif sebagai Green Policy and Governance Leader – WWF Indonesia ini.
Kegiatan ini dipicu kesulitan pemasaran produk yang diproduksi petani dan pengrajin di kawasan Kabupaten Malang, berjejaring untuk menguatkan negeri tidak perlu membedakan simbol dan identitas keagamaan. Dalam KOMPOR DESA, selain dari aktivis LDNU juga kawan-kawan civitas dari UNIRA Malang.
Langkah-langkah ini tidak perlu dipublikasi, atau dipampang besar-besar dari sebuah karya bersama tetapi dikembangkan sebagai alat untuk pemersatu dari segala unsur di negeri ini, khususnya di Kabupaten Malang.
“Langkah-langkah ini, makin membawa kepersahabatan dan menjadi topangan dalam membangun kemampuan warga masyarakat dengan upaya meningkatkan cara untuk mendapatkan penghasilan yang memadai. (Had).