Ikuti Kami di Google News

Wakil Presiden RI Prof. Dr. (HC) KH. Ma’ruf Amin, MA ketika memberikan pengarahan secara daring pada puncak peringatan Hari Santri 2020 dan Dies Natalis FISIP-UB ke-17, yang bertema “Peran Santri di Era Milenial dan Disruptif Digital”. (Had).
MALANG NEWS – Wakil Presiden (Wapres) RI Prof. Dr. (HC) KH. Ma’ruf Amin, MA minta civitas akademika di Perguruan Tinggi (PT) melakukan sinergi sains dan teknologi (saintek) dengan pesantren, guna melindungi masyarakat dan menangkal radikalisme.


Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden RI Prof. Dr. (HC) KH. Ma’ruf Amin, MA ketika memberikan pengarahan secara daring pada puncak peringatan Hari Santri 2020 dan Dies Natalis FISIP-UB ke-17, yang bertema “Peran Santri di Era Milenial dan Disruptif Digital”, pada Selasa (10/10/2020).

“Di Indonesia pesantren sebagai pusat pendidikan keagamaan yang moderat, mampu menangkal dan melindungi masyarakat dari radikalisme. Saya meminta perguruan tinggi, membangun jaringan dengan pesantren. Khususnya dalam pendidikan sains dan teknologi,” kata KH. Ma’ruf Amin, melalui daring.

Tanggung Jawab Besar

Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar. Sebagai negara dengan umat terbesar di dunia, ikut bertanggung jawab menghadapi tudingan negatif tentang Islam yang datang dari bangsa-bangsa Barat.

“Indonesia harus mampu menunjukkan Islam yang rahmatan lil alamin,” ujar KH. Ma’ruf Amin.

Saat ini, dikatakan Wapres terdapat banyak tantangan terhadap Islam yang berawal dari ketidakpahaman masyarakat Barat, Amerika Serikat (AS) dan Eropa, tentang Islam. Tantangan itu berupa kesan negatif terhadap Islam, juga Islamphobia.

KH. Ma’ruf menyebutkan beberapa hal antara lain, negara-negara Islam dinilai sebagai negeri konflik dan kekerasan.

Sekitar 41 persen warga AS menilai Islam mendorong munculnya terorisme dan kekerasan, 44 persen menganggap Islam tidak bisa beriringan dengan demokrasi.

“Islamphobia meningkat di AS dan Eropa. Persoalan terbaru terjadi di Perancis,” ujar Ma’ruf.

Kondisi di internal negara Islam, menurut Wapres, juga perlu perhatian antara lain, kondisi sosial ekonomi umat yang masih memprihatinkan. “350 juta orang di negara OKI berpenghasilan di bawah $ 1,25 per hari. Tingkat pengangguran juga di atas rata-rata pengangguran dunia,” ungkapnya.

Terkait dengan itu, di Indonesia diyakininya, pesantren sebagai pusat pendidikan keagamaan yang moderat, mampu menangkal dan melindungi masyarakat dari radikalisme.

“Perguruan tinggi selayaknya membangun jaringan dengan pesantren. Khususnya dalam pendidikan sains dan teknologi,” pungkasnya.

Seperti diketahui, saat ini jumlah pesantren di Indonesia sekitar 28 ribu dengan sekitar 18 juta santri. (Had).

Share: