Ikuti Kami di Google News

pertemuan dalam upaya menggali aspirasi dan masukan terkait gagasan Perda Desa Wisata.
Pertemuan dalam upaya menggali aspirasi dan masukan, terkait gagasan Perda Desa Wisata. (Had).
MALANG NEWS – Bertempat di Pendopo Kembangkopi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang baru-baru ini, dilakukan pertemuan dalam upaya menggali aspirasi dan masukan terkait gagasan Perda Desa Wisata.


Berbagai gagasan disampaikan dalam hearing dengan Anggota Komisi B, Daniel Rohi yang merupakan wakil Rakyat di Jawa Timur Dapil Malang Raya di Pendopo Kembangkopi pada 29 Oktober 2020, kemarin.

Daniel Rohi berjanji, untuk menjadi saluran suara dari pelaku desa wisata di Malang Raya yang hadir pada pertemuan tersebut.

Hadir pula salah satu tokoh Pokdarwis Kabupaten Malang, Mukhlis, aktivis Ekowisata HPI Sidoarjo, Rachmanu. Dari akademisi dari FH Universitas Widyagama dan Sosiolog Iwan Nruhadi dari UB, yang memberikan saran sistematika legal dan pemahaman secara sosiologis tentang Desa Wisata, leader dari PUPUK (Perkumpulan Untuk Usaha Kecil) Surabaya.

Turut berpartisipasi dalam pertemuan yang berlangsung hangat ini, Pietra Widiadi (Founder dial foundation – Pendopo Kembangkopi, aktif sebagai Green Policy and Governance Leader – WWF Indonesia).

Pengembangan Manajemen Usaha Pariwisata

Dalam Perda 6/2017 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Timur disebutkan bahwa “arah kebijakan pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d, diarahkan kepada pengembangan manajemen usaha pariwisata mengacu kepada prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan, kode etik pariwisata dan ekonomi hijau.

Arahan ini jelas mendorong pengembangan kawasan wisata mempraktekkan, bentuk-bentuk perilaku yang mendorong adanya pelestarian dan pemeliharaan.

Dalam melaksanakan arahan dalam Perda tersebut, saat ini DPRD Jawa Timur, melalui Komisi B bidang Ekonomi, menggagas sebuah perda Desa Wisata, meski Ranperda ini dinamakan Pemberdayaan Usaha Desa Wisata.

Menggagas Desa Wisata

Pietra menjelaskan, desa dengan segala kehidupan yang ada, patut menjadi aset untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata.

“Mengapa Desa Wisata, ini jelas bahwa desa dengan segala kehidupan yang ada, patut dan menjadi sebuah aset untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata. Tentu wisata yang disajikan adalah pola kehidupan sehari-hari warga masyarakatnya,” terang Pietra Widiadi kepada awak media, Minggu (1/11/2020).

Tidak ada sedikitpun yang harus diubah untuk menjadi sebuah atraksi wisata, kecuali memberikan hubungan yang saling berbagi antara tamu yang ingin menikmati kehidupan yang dimiliki oleh tuan rumah.

Kalau petani, atau nelayan, atau peternak atau perkebunan, maka apa yang telah dilakukan mesti terus dilakukan.

“Dengan kehadiran tamu mereka berbagi tentang kehidupannya, dan tuan rumah akan mendapatkan sedikit tambahan pendapatan dengan menerima tamu tersebut,” ujar pria alumnus Universitas Airlangga ini.

Wisata Berbasis Kehidupan Masyarakat

Dalam pengertian umum dalam dunia pariwisata, cara wisata internasional seperti itu, disebut dengan community base tourism, atau wisata berbasis kehidupan masyarakat.

Sejauh ini, ada anggapan bahwa desa wisata perlu dipoles dengan berbagai hiasan buatan untuk mempercantik diri rupanya.

Padahal yang dilakukan tinggal sedikit meningkatkan kebersihan, menjaga halaman jadi bersih dan berbunga, kamar mandi yang kumuh jadi terang dan dinikmati jernihnya air, kamar tidur yang lembab jadi terang dan memiliki pengudaraan yang lapang.

Dengan upaya ini, Ranperda yang ditawarkan menjadi pintu masuk untuk pembangunan yang hakiki.

Jadi bukan lagi soal pemberdayaan usaha, tetapi adalah pembangunan Desa Wisata.

Terkait dengan pemberdayaan adalah keniscayaan, tetapi yang menjadi tantangan adalah menghadirkan praktek-praktek ekonomi hijau, dimana yang dilewati adalah melakukan upaya pariwisata yang bertanggungjawab.

“Artinya, desa perlu menyediakan pengolahan sampah yang dikembangkan menjadi ekonomi sirkule, mendorong usaha dari sampah, pengolahan limbah rumah tangga yang tidak mencemari,” ucap Pietra.

Sambut Baik Perda Desa Wisata

Mengelola sanitasi lingkungan untuk menjadi kesehatan warga, dan tentu saja menjadikan desa sebagai pusat pertanian memproduksi pangan yang sehat, melalui semangat praktek-praktek pertanian yang baik (good agriculture practices).

Pada dasarnya Ranperda ini disambut dengan suka cita, dengan catatan untuk perbaikan dan diusulkan menjadi Perda Desa Wisata, bukan Ranperda Pemberdayaan Usaha Desa Wisata, karena kalau tidak jelas maka akan berkelidan (tumpang tindih) dengan upaya penguatan kapasitas desa.

“Dengan demikian, diharapkan nantinya ada sinegitas dan keterpaduan antar OPD dalam pelaksanaan perda yang digagas ini,” tutup Pietra. (Had).

Share: