Ikuti Kami di Google News

Ketua Koperasi Kopi Sridonoretno Dampit, Heri.
Heri, Ketua Koperasi Kopi Sridonoretno Dampit. (Had)
MALANG NEWS – Hari pertanian nasional setiap tahun diperingati pada 24 September 2020 yang jatuh pada Kamis besok.


Meski telah 75 tahun merdeka, namun potret kehidupan petani hingga kini masih kurang beruntung.

Namun, tak mematahkan semangat mereka untuk mandiri layak mendapatkan sokongan dan atensi.

“Kami prihatin dengan nasib petani kopi disini. Panen kopi cuma sekali setahun. Tapi kebutuhan hidup mereka tiap hari. Untuk bertahan hidup, mereka ini kadang sampai harus meminjam uang kepada tengkulak dengan bunga tinggi,” kata Ketua Koperasi Kopi Sridonoretno Dampit, Heri.

Heri menjelaskan, dalam setahun petani kopi hanya bisa panen satu kali. Namun pada sisi lain, petani membutuhkan uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup setiap hari, Rabu (23/9/2020).

“Jadi banyak petani yang terpaksa harus pinjam uang ke tengkulak, karena untuk biaya hidup sampai mencapai 3 persen bunganya. Sehingga kita tidak bisa untuk olah hasil panen dengan baik, apalagi untuk menyimpan hasil panen,” terang Heri.

Sosialisasi KUR
Sebagai alternatif solusi pemenuhan finansial guna memenuhi kebutuhan ekonomi dan tanam kopi, pihaknya mensosialisasikan dan memperkenalkan petani pada dunia perbankan.

Dalam hal ini adalah pengenalan petani kopi kepada berbagai penawaran kredit lunak bunga ringan, agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga usaha pertanian kopi.

“Yang sedang kita lakukan sekarang adalah memperkenalkan petani ke perbankan untuk ikut KUR atau pinjaman dengan bunga lunak untuk menjawab kebutuhan hidup, pupuk, dan keperluan lainya. Supaya kopinya bisa diproses menjadi Premium dan hasil panen bisa kita pasarkan secara bersama-sama, sehingga mempunyai posisi tawar. Harapan ke depan koperasi bisa memenuhi tugas dan tanggung jawab seperti itu,” jelas Heri.

Meningkatkan Harga Kopi
Heri mengatakan, pihaknya melakukan usaha upgrade pengolahan kopi dengan melakukan proses tambahan, agar semakin berkualitas dan harga meningkat.

“Pemrosesan lanjutan semisal dijadikan premium, kopi bisa harganya lebih tinggi. Kalau harga kopi polosan asalan ketika sudah di greed bisa mencapai kenaikan 15 persen per kilogram. Greenbean atau dari harga Rp. 22 ribu jadi Rp 35-37 ribu. Kalau kopi premium bisa mencapai Rp 40-50 ribu per kilogram bisa mencapai Rp 80 ribu per kilogram kalau dijual berbentuk bubuk,” ungkap Heri.

Terikat Tengkulak
Heri mengungkapkan, mayoritas petani masih menjual polosan atau asalan. Karena masih banyak petani yang terikat dengan tengkulak dan masih lemahnya petani dalam berinovasi.

Heri menuturkan, untuk koperasi sendiri masih belum maksimal dalam masalah keuntungan. Tetapi masih dalam tahap penguatan kelembagaan, advokasi dan konseling terhadap anggota untuk terus berinovasi. Mulai dari budidaya, pasca panen, penjaminan mutu sampai penataan pemasaran bersama.

“Harapan tentu saja kami bangun. Kami ingin menjadi wadah baik itu dalam hal kebutuhan atau pun pemasaran bersama untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota dan petani secara umum yang mau berinovasi. Karena tidak mungkin kita hanya berharap harga bagus sesuai harapan kalau petani kopi hanya diam tanpa berbuat,” urai Heri mengakhiri. (Had)

Share: