Adanya statement Sri Mulyani tersebut, spontan memantik beragam tanggapan dan komentar dari akademisi Universitas Brawijaya, karena dikhawatirkan bisa menimbulkan kecemasan dan kepanikan sosial.
Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya Rachmat Kriyantono. Ph.D mengatakan, perlunya strategi retorika menenangkan publik.
Yaitu strategi retorika yang bisa menenangkan, tapi, tidak mengandung kebohongan publik.
“Lebih baik berkata: Saat ini kita sedang berusaha membenahi kondisi ekonomi yang memburuk akibat pandemi. Langkah-langkahnya, antara lain kita punya harapan besar mengatasinya,” kata Rachmat, Rabu (23/9/2020).
Pria alumnus universitas Airlangga ini mengungkapkan, jika pernyataan itu digunakan sebagai strategi “warning” pada masyarakat karena rendahnya disipilin protokol kesehatan, maka perlu menyampaikan rasionalitas relasi kedisiplinan dan ekonomi.
Tapi dengan tetap menggunakan kata-kata positif. Misalnya, harapan besar itu akan lebih mudah tercapai bila pandemi cepat berakhir, pandemi berakhir tergantung kedisiplinan kita patuhi prokes.
“Saat ini, kita sedang krisis. Krisis bisa lebih memburuk diakibatkan persepsi-persepsi negatif yang menimbulkan rasa panik. Komunikasi krisis harus mencegah panik, bukan menayangkan rasa panik,” jelas Rachmat.
Alih-alih positif, pernyataan Menkeu bisa memunculkan rasa panik, putus asa masyarakat dan bisa memunculkan kebingungan publik. Apa benar resesi?
“Pernyataan tersebut bisa menstimulasi manuver dan santapan politik dari oposisi. Komen-komen feedback dari oposisi, minimal di medsos, akan ramai. Yang muncul adalah kegaduhan dan kegaduhan inilah yang sebenarnya membikin krisis makin rumit,” tukas Rachmat.
Sementara itu, Pakar Komunikasi dan Management Krisis Universitas Brawijaya, Maulina Pia Wulandari, S.Sos., M.Kom., Ph.D mengatakan, dalam konteks ini diperlukan komunikasi yang mudah dipahami dan paparkan solusi resesi.
“Statement tentang resesi itu sebaiknya jangan hanya sekedar pengumuman sebuah keadaan, namun Sri Mulyani juga harus menjelaskan penyebab terjadinya resesi dan langkah-langkah pemerintah yang akan diambil demi menyelamatkan kondisi itu,” tegas Pia.
Media Turut Berperan
Pia berharap, media selayaknya juga ikut menyampaikan keterangan penyebab dan solusinya. Jangan terlalu menghighlight pengumuman resesinya saja, bahkan memframing pengumuman itu, seolah-olah negara dalam keadaan genting sehingga menimbulkan kepanikan publik.
Sri Mulyani harus mampu menyampaikan, bahwa resesi ini sebagai dampak dari kurang berhasilnya Indonesia dalam mengatasi Covid 19.
“Lalu menghimbau masyarakat untuk bersama-sama pemerintah menangani Covid-19 ini demi keluar dari masa resesi,” imbuh Pia.
Kemampuan Meyakinkan Publik
Yang perlu dicegah adalah statement tadi jangan sampai jadi blunder, kalau diplintir dengan celotehan netizen atau publik bahwa statement itu justru membuka aib pemerintah yang kurang dalam menangani Covid-19.
“Nah disinilah kemampuan komunikasi publik Sri Mulyani diuji. Dia harus meyakinkan publik bahwa kondisi resesi ini bukan hanya dialami oleh Indonesia saja, tapi sudah dialami duluan sama negara-negara lain di kuartal ke-2 tahun 2020. Dia pun harus menjelaskan, bagaimana upaya pemerintah di kuartal ke-2 tahun 2020 agar ekonomi Indonesia tidak masuk ke dalam resesi,” urai Pia.
Harus legowo pula bahwa usaha tidak berhasil, bukan karena dia dan timnya gak bisa, tapi angka penularan Covid-19 masih tinggi dan terus berlangsung menjadikan ekonomi Indonesia goyah.
Jadi Sri Mulyani harus terbuka menjelaskan, kepada publik dengan bahasa yang mudah dimengerti, dan harus pula fokus menyampaikan upaya-upaya pemerintah yang riil mengatasi resesi ekonomi Indonesia.
“Ini semua akan bisa berjalan baik jika media juga ikut membantu Sri Mulyani menenangkan masyarakat. Jangan memancing di air keruh demi rating, iklan, oplah, dan keuntungan ekonomi korporasi media saja,” terang Pia mengakhiri. (Had).
MALANG NEWS – Indonesia masuk resesi, setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan di berbagai media, jika proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 yang diperkirakan minus 2,9 persen – minus 1,0 persen.