Ikuti Kami di Google News

Universitas Brawijaya (UB) Malang dalam pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat lewat kegiatan Doktor Mengabdi (DM)
Universitas Brawijaya (UB) Malang, saat menggelar kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, melalui Doktor Mengabdi. (Had)
MALANG NEWS – Terkait adanya kiprah inovatif Universitas Brawijaya (UB) Malang dalam pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat lewat kegiatan Doktor Mengabdi (DM) Anif Fatma Chawa, Ph,D selaku Ketua Tim mengatakan, dirinya merasa bersyukur karena program ini berhasil dijalankan di Giligenting Kabupaten Sumenep Madura.


“Saya bersyukur karena berkat kerjasama semua pihak, akhirnya program Doktor Mengabdi bisa sukses,” kata Ketua Tim Doktor Mengabdi, Anif Fatma Chawa, Ph,D Selasa (1/9/2020).

Seperti diketahui, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) turut menghembuskan atmosfir optimisme di tengah kondisi negara yang masih diliputi pandemi ini.

Hal ini setidaknya terlihat dari kiprah inovatif Universitas Brawijaya (UB) yang mempunyai kepedulian dalam pemberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat lewat kegiatan Doktor Mengabdi (DM).

Tim DM ini terdiri dari Anif Fatma Chawa, Ph,D , Rahmi Nurndiani, Ph.D, Dr. Ahmad Imron Rozuli, M.Si, Dano Purbo sebagai asisten pelaksana kegiatan.

Program PERTIWI.
Salah satu program direalisasikan ialah “Penerapan Program Penguatan Ekonomi Tetap Ingat Wilayah Induk (PERTIWI) berbasis entrepreneur bagi Masyarakat Pulau Giligenting Kabupaten Sumenep.

Alasan pemilihan lokasi di pulau tersebut karena ingin memproduktifkan pemuda-pemuda lokal yang menganggur dengan cara mengangkat produksi lokal berupa kue baffel, gula jawa, dan abon.

Pemilihan tiga produk lokal tersebut dipilih karena sebagai identitas khas masyarakat pulau, karena berdasarkan cerita warga sekitar tahun 1940 an warga memanfaatkan pohon siwalan berupa air legen sebagai bahan mentah untuk diproses menjadi gula Jawa dan gula baffel.

Hasil pengolahannya sama-sama dijadikan alat barter ke wilayah Jawa, seperti Situbondo, Probolinggo, dan Bondowoso.

Bupati Sumenep juga sering mengundang kepala desa dalam kegiatan pameran kuliner untuk menampilkan kue baffel sebagai ikon lokal khas Giligenting.

Sulitnya akses pemasaran dan jaringan pasar skala lokal ataupun luar lokal menyebabkan tingkat penjual kue tidak begitu laris.

Para pelaku usaha baffel dan gula Jawa hanya mampu mencapai laba bersih sekitar empat puluh ribu rupiah sampai dengan enam puluh ribu rupiah per hari.

Bahkan jika sepi pembeli hanya memperoleh dua puluh ribu rupiah. Kondisi tersebut cukup menyusahkan pelaku usaha dan pemerintah desa.

“Beragam cara inovasi berupa design packaging, PIRT, dan bantuan telah dilakukan namun belum menjawab permasalahan,” tutur Anif Fatma Chawa.

Tata Ulang Kelembagaan.
Program PERTIWI yang digagas oleh tim DM menjadi pemantik awal untuk menata ulang tata kelembagaan lokal yang melibatkan kelompok pemuda.

Yakni membentuk kelompok PERTIWI diisi oleh pemuda lokal yang menetap dan masih kuliah, kemudian juga menghubungkan dengan Karang Taruna dan Badan Usaha Desa (Bumdes) Aenganyar.

Hasil kesepakatan yang diicapai pemerintah desa akan segera membuatkan SK PERTIWI dan mendukung Kerjasama dengan BUMDes.

“Kelompok pemuda tersebut berperan sebagai agen inovasi rasa dan pemasaran, sedangkan BUMDes sebagai penyedia bahan mentah beserta penaung kelembagaan ekonomi lokal tingkat desa,” terang Anif Fatma Chawa.

Variasi Rasa Baffel.
Salah satu bentuk inovasi dilakukan pemuda PERTIWI ialah rasa baffel dengan aneka rasa keju, cokelat, oreo, susu, dan original.

Mereka secara mandiri melakukan pemasaran ofline di beberapa instansi pendidikan, kesehatan, dan keamanan serta pemasaran dalam kegiatan yasinan dan sholawatan.

Harapannya dengan memasarkan tingkat lokal bisa menumbuhkan pelanggan tetap dan menghidupkan kebiasaan mengkonsumsi kuliner khas lokal.

Dalam pemasaran online telah dipublish di media Instagram (IG) dan Facebook (FB). Tim DM juga dibantu oleh KKN Sosiologi Universitas Brawijaya Malang namun kegiatannya bersifat KKN online.

“Beberapa capaian kegiatan DM yang telah dilakukan ialah membentuk kelompok PERTIWI yang disertai dengan Visi Misi dan struktur, beserta logo kelompok kemudian membangun kesepakatan kerjasama dengan BUMDes dan pemerintah Desa Aenganyar,” tutur perempuan alumnus FISIP Universitas Airlangga ini.

Antusias dan Bangkit.
Program yang dibawa Doktor Mengabdi (DM) secara langsung mengarah pada pergerakan pemuda pulau untuk memanfaatkan potensi baffel, gula Jawa, dan abon. Kelompok Pertiwi berperan sebagai pihak yang memasarkan dan menginovasi bentuk produk lokal agar bisa tampil kekinian.

Para pemuda yang awalnya hanya mempunyai kebiasaan rebahan di rumah dengan secangkir kopi dan bermain handphone, saat ini tidak lagi seperti itu.

Ide-ide brilian mereka muncul ketika tim DM berhasil menscreaning mental dan mengasah pemikirannya untuk lebih peka terhadap peluang bisnis lokal.

Beberapa hasil yang telah dicapai oleh kegiatan DM, yakni berdirinya kelompok pemuda lokal sekaligus pembentukan sturktur, visi-misi dan SK pembentukan kelompok dibuatkan dari desa.

Kemudian hasil lainnya berupa Draft Kerjasama antara LPPM Universitas Brawijaya dengan pemerintah Desa Aenganyar, dan muncul semangat baru bagi pelaku usaha baffel yang berusia diantara 45-55 tahun, atau dengan kata lain kalangan emak-emak.

Tampilan produk baffel tidak lagi jadul, adanya kehadiran kelompok PERTIWI bisa merubah aneka rasa baffel yang bisa membuat lidah konsumen ketagihan.

Melihat sepak terjang tim DM membuahkan antusias masyarakat semakin terpicu, beberapa kalangan ibu-ibu, pemuda, nenek-nenek, om-om, dan termasuk perangkat desa secara tidak sadar seakan-akan terhipnotis dengan adanya kegiatan DM.

Alasannya karena kegiatan tersebut yang bisa menjawab permasalahan selama ini rasakan, yakni persoalan inovasi dan pemasaran.

“Dengan begitu, hasil yang paling utama adanya kegiatan DM mampu menata hubungan kerja antara tim PERTIWI, karang taruna, bumdes, dan pemerintah desa dalam memajukan ekonomi lokal melalui pemanfaatan produksi lokal,” terang perempuan lulusan S2 Sosiologi UGM ini.

Kesadaran Gerakan Ekonomi.
Hal positif yang terlihat pada sasaran ialah tumbuhnya kesadaran kolektif bagi anak muda dan kalangan ibu-ibu, warga tidak lagi berstatus jomblo melainkan sudah secara kolektif sama-sama melakukan Gerakan ekonomi lokal.

Dengan kata lain mereka saat ini telah memadukan semangat kerjasama, untuk tidak lagi berdiam diri dalam kesepian tanpa ada kegiatan produktif yang menghasilkan profit.

Selain itu para emak-emak dan nenek ketika diundang dalam simulasi inovasi kue baffel, mereka baru menyadari bahwa ternyata ketika diberi topping dengan aneka rasa, kue tersebut diibaratkan seperti bunga desa, cukup antik dan klasik namun tetap layak untuk dikonsumsi saat ini.

Secara langsung program DM memposisikan PERTIWI sebagai reseller ataupun pensuplay produksi baffel, setelah mereka membeli produk baffel dari pelaku usaha utama kemudian kue tersebut dikemas dan diinovasi untuk dipasarkan di pasar lokal.

Ditargetkan dalam satu bungkus kue baffel mereka bisa memperoleh keuntungan sekitar 2000-2500 rupiah, target keseluruhan jumlah produksi per hari sekitar 40 bungkus.

“Pola kerjasama seperti ini sama-sama menguntungkan seluruh pihak, pemuda PERTIWI akan mendapat keuntungan dengan cara menginovasi kue baffel. Sedangkan produsen baffel minimal setiap harinya telah menjual sekitar 5 bungkus baffel ke pertiwi,” imbuh perempuan lulusan S3 Community Development Victoria University, Australia ini.

Program Pertiwi bisa dijadikan role model untuk diterapkan di desa lainnya, karena organ dari program DM ini adalah menggerakkan pemuda agar bisa memanfaatkan potensi lokal setiap desa.

Apalagi saat situasi pandemi seluruh aktivitas bersifat online tentu bagi generasi tua tidak bisa mengimbangi perkembangan teknologi, sekarang saatnya menumbuhkan semangat gerakan pemuda-pemuda desa sebagai agen perubahan dalam bidang ekonomi lokal.

Azaz Glokalisasi.
Program DM tersebut juga menekankan pada asas kerjasama antar elemen pedesaan, seperti karang taruna, PKK, ibu-ibu yasinan, sholawatan, dan badan usaha desa (BUMDes) untuk terlibat mendorong memulihkan ekonomi lokal. Mereka sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen, sehingga istilah ini dikenal dengan Glokalisasi.

Program ini juga sebagai alternatif menjawab kegalauan pemerintah desa yang lumpuh dalam menjalankan kegiatan BUMDes, bagaimana sebenarnya seluruh kalangan terlibat membangun kepercayaan, nilai, norma, dan timbal-balik demi memelihara berlangsungnya kelembagaan lokal masyarakat pulau.

“Jika Kita melihat bahwa terdapat tengkulak ditengah-tengah kesengsaraan para petani, maka program ini adalah cara melawan tengkulak melalui himpunan pemuda desa yang menerapkan sistem kolektif ekonomi lokal yang dilindungi secara moril dan mendapat legitimasi desa,” papar Anif Fatma Chawa.

Program Percontohan.
Program ini sangat bisa diterapkan dimana saja, karena yang ditekankan ialah menumbuhkan kesadaran pemuda untuk bergerak produktif dan menata kelembagaan desa.

Secara personal kegiatan ini mengasah ide dan membentuk mental pemuda berperan aktif dalam kegiatan entrepreneur serta aktivitas desa.

Pemuda desa menjadi motor penggerak kelembagaan ekonomi lokal, mereka merdeka, produktif dan mempunyai kesempatan yang sama seperti layaknya elit-elit desa.

“Hal terbesar ketika program ini diterapkan di desa lain ialah secara langsung telah memberi kesempatan pada pemuda desa terlibat dalam aktivitas kelembagaan ekonomi desa, merekalah yang mampu membawa perubahan desa dengan cara menginovasi produk dan sebagai pemeran utama mengakumulasi potensi-potensi desa baik dalam bidang sosial, ekonomi, wisata, dan kebudayaan,” jelas Anif Fatma Chawa.

Kegiatan ini bermula dari bulan April 2020 namun di awal kegiatan tim DM berkomunikasi melalui online via zoom dan google meet.

Hingga baru tanggal 22-28 Agustus 2020 tim DM bisa turun langsung ke sasaran, kemudian akan berakhir pada November 2020. Meskipun secara administratif telah berakhir, tim DM tetap memantau melalui online.

Peningkatan Ekonomi
Harapan diterapkannya kegiatan pertiwi ini ada 5 poin, pertama meningkatkan ekonomi lokal melalui pemuda dan produksi lokal.

Kedua, diharapkan pemuda tidak lagi merantau ke kota-kota besar, mereka secara kapasitas mampu sebagai agent perubahan desa.

Ketiga, tumbuhnya kepercayaan, norma, dan kerjasama antar beberapa golongan dalam memelihara produk lokal dan pola Lembaga yang lebih merakyat.

Keempat, program PERTIWI tanpa dukungan seluruh pihak yang terlibat, tidak akan berjalan normal. Harapan utama agar pemerintah desa dan tokoh masyarakat memberi kepercayaan kepada pemuda bahwa mereka mampu melanjutkan rutinitas yang produktif.

“Kelima, para pemuda pulau mampu meningkatkan pendapatan produsen kue baffel, gula Jawa, dan abon. Kemudian bisa mengembangkan potensi lain berupa pariwisata dan pengelolaan sampah,” ungkap Anif Fatma Chawa.

Semua Elemen.
Agar program Pertiwi sukses turut dilibatkan semua elemen. Yaitu diantaranya, pemuda pulau yang menetap dan kuliah, pemerintah desa, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Karang Taruna, pelaku produksi baffel, gula jawa, dan abon dan BPD.

Tim DM berperan sebagai fasilitator program, selama proses implementasi kegiatan tersebut kami hanya mendampingi agar sasaran bisa lebih aktif, terutama berpartisipasi, mengeluarkan ide-ide, membangun kesepakatan bersama dan membangun berkomitmen untuk konsisten menjalankan kegiatan.

“Dengan pemosisian sebagai tim pendamping maka seluruh gagasan sasaran akan mudah diidentifikasi, tim DM mengetahui secara natural potensi dan kebutuhan sebenarnya yang ada pada sasaran. Sehingga secara langsung sasaran menjadi subjek kegiatan DM ini,” pungkas Anif Fatma Chawa. (Had)

Share: