Ikuti Kami di Google News

ijaya, Maulina Pia Wulandari, Ph.D
Akademisi UB Maulina Pia Wulandari, Ph.D. (Had)
MALANG NEWS – Koalisi Jumbo PDIP dalam Pilbup Malang menjadi simbol komunikasi politik dinamis-elastis, jika dulu lawan kini menjadi kawan.


Hal ini dikatakan Pakar Komunikasi dan Manajemen Krisis Universitas Brawijaya, Maulina Pia Wulandari, Ph.D,
Rabu (22/7/2020).

Seperti diketahui, jika dulu dalam Pilbup periode lalu, PDIP berhadapan dengan Golkar, PKB, Nasdem, Demokrat, dan Gerindra. Namun kini PDIP berkoalisi dengan Nasdem, Demokrat, dan Gerindra.

Perempuan alumnus program studi Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Airlangga ini menjelaskan, fenomena bergabungnya PDIP dalam koalisi partai pendukung pasangan calon bupati Malang SanDi, merupakan cerminan komunikasi politik di Kabupaten Malang yang dinamis.

Wanita yang juga berprofesi sebagai Size Fashion Designer Curvilìnea by Pia Haryono ini mengatakan, menggandeng partai yang menjadi rival di Pilkada sebelumnya, merupakan bentuk strategi komunikasi politik bukan saja untuk menaikkan jumlah suara pemilih, akan tetapi juga bertujuan untuk membangun stabilitas politik partai-partai yang bekoalisi.

Koalisi partai adalah salah satu bentuk komunikasi politik yang dijalankan oleh partai pengusung, untuk dapat menyampaikan pesan-pesan politik kepada partai politik dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan suara, mendapatkan kesepahaman politik bersama, dan meredam konflik politik baik di lini atas maupun di arus akar rumput.

Mengandeng partai rival merupakan sebuah hal yang wajar dalam strategi politik pilkada. Apalagi jika partai koalisi pendukung bakal paslon bupati Malang SanDi menganggap, bahwa PDIP merupakan parpol yang penting dalam dinamika politik di Kabupaten Malang.

“Jika pada periode sebelumnya, partai koalisi pendukung Rendra-Sanusi saja sudah menang tanpa dukungan PDIP, apalagi sekarang jika PDIP bergabung mendukung paslon SanDi, jadi wajar saja jika partai koalisi menargetkan diri mereka bisa menang,” papar perempuan yang juga dosen komunikasi Universitas Brawijaya ini.

Meski menggandeng banyak partai bisa menguntungkan paslon, koalisi banyak partai juga bisa menimbulkan konflik politik di kemudian hari jika deal-deal politik dan non politik di antara mereka tidak bisa tercapai.

“Ujung-ujungnya di tataran legislatif bisa terjadi gesekan antar partai pendukung. Karena dalam politik tidak ada yang pasti! Semua serba dinamis dan berubah seiring dengan pandangan politik masing-masing partai pengusung, dan bagaimana deal-deal politik dan non politik bisa terpenuhi oleh paslon yang diusung,” terang Pia mengakhiri. (Had)

Share: