MALANG NEWS – Pakar Terorisme Universitas Brawijaya (UB) Malang Yusli Effendi, S.IP, MA meminta semua pihak waspada terhadap terorisme yang saat ini sudah melakukan adaptasi dan ideologisasi (propaganda).
“Meski pandemi, saya minta semua pihak tetap waspada dan antisipatif terhadap bahaya terorisme. Mereka sekarang sudah bermetamorfosis, beradaptasi dan melakukan ideologisasi (propaganda) lewat medsos,” kata Yusli Effendi Jumat (19/6/2020).
Yusli menuturkan, Malang Raya menjadi titik penting persebaran radikalisme dan ektremisme meski pengeboman gereja dilakukan di Surabaya beberapa tahun lalu, namun beberapa pelaku sembunyi di Malang dan mengembangkan aktifitas di Malang.
Yusli mengatakan, wilayah Malang Raya perlu diwaspadai karena penangkapan beberapa simpatisan dan aktifis ISIS terjadi di Kota Malang.
Ia juga menjelaskan, ada pula teroris yang tertembak dari Lawang bernama Abu Jandal Al Indonesia yang menjadi tokoh penting ISIS berangkat ke Suriah sekeluarga yakni suami, istri dan dua anak. Hingga akhirnya Abu Jandal ini tewas tertembak di Mossul Irak beberapa tahun lalu.
Zona Merah
Yusli menuturkan wilayah Malang Raya mempunyai zona merah rawan terorisme. “Zona merah itu diantaranya di Karangploso, Dau Lawang, Batu dan Kota Malang,” terang Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya ini.
Yusli memaparkan, momen penting agenda teroris adalah saat tahun
2014 ada deklarasi ustad Romli di Masjid Sulaiman Alhunaishil di Karangploso Kabupaten Malang.
Setelah Densus 88 melakukan pengembangan penyelidikan, maka diketahui jika mereka tidak hanya berasal atau berkumpul di satu tempat saja namun menyebar di Malang Raya.
“Ada yang dari Kabupaten Malang seperti Sumbermanjing Wetan, Karangploso, Dau dan Turen. Lalu untuk Ustad Romli setelah ditelusuri bukan dari Malang, tapi Tulungagung.
Dia mengembangkan masjid tapi sekarang sudah ditutup,” beber alumnus S1 di FISIP Universitas Airlangga itu.
Masih Eksis
Yusli mengatakan, hingga kini gerombolan teroris masih eksis dan berada pada tempat persembunyian masing-masing. Ia menjelaskan kondisi teroris cukup beragam.
“Ada yang terpapar, lalu mengembangkan pengaruh namun tidak bisa dilakukan penindakan. Ada yang bersembunyi dan dalam pantauan Densus 88. Ada juga sebagian berhasil diamankan petugas. Sebagian dari mereka yang senior sudah tiarap,” urai peraih S2 dari Universitas Exeter Inggris ini.
Efek Destruktif
Yusli menguraikan, keberadaan teroris menimbulkan efek destruktif. Namun variasi destruktif ini beragam.
Yang gampang terlihat dari efek destruktif adalah teroris yang menjalankan tindakan ekstremis melalui penyerangan dan penghancuran.
Ia menjelaskan, kelompok teroris ini beragam keadaan dan klasifikasi.
“Pada prinsipnya ada tiga yaitu mereka yang terdoktrin secara pandangan, pikiran, dan perilaku.
Untuk golongan terdoktrin secara pandangan ini berarti terinfeksi secara kognitif (pemikiran, narasi) dan mereka ini tersebar di Malang Raya.
“Ada kelompok tidak suka kepada pemerintah, ada kelompok pengajian ingin mendirikan khilafah, namun tidak bisa ditangkap tapi selayaknya diberikan edukasi intensif karena bisa memantik munculnya benih-benih instabilitas,” jelas Sekertaris Lakpesdam NU Kota Malang dan Pengurus ISNU Jawa Timur ini.
Kontra Narasi
Yusli mengungkapkan solusi meminimalisir terorisme adalah menjalankan kontra narasi dan tidak harus hard security.
Hal ini karena ideologi tidak bisa dimatikan, namun bisa dilawan dengan narasi tandingan, narasi damai, serta tidak harus deradikalisasi.
Upaya lain adalah menyebarkan budaya damai, semisal dengan menghormati budaya dan agama orang lain.
Kontra narasi diperlukan agar terorisme tidak akut menyebar ke lembaga pendidikan, mimbar keagamaan, dan ruang publik.
“Kontra narasi perlu diintensifkan. Harus bekerjasama dengan pihak pihak semisal NU, Muhammadiyah, dan akademisi yang siap menebarkan pesan-pesan damai,” tukas Yusli mengakhiri. (Had)